Rabu, 05 Oktober 2011

Penerapan Pembelajaran Program Linear Berbasis Ekonomi Melalui Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) Sebagai Upaya Membangun Karakter Bangsa


I.     JUDUL
Penerapan Pembelajaran Program Linear Berbasis Ekonomi Melalui Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) Sebagai Upaya Membangun Karakter Bangsa.
II.  PENDAHULUAN

A.    Latarbelakang

Pada saat ini banyak permasalahan bangsa yang tidak kunjung terselesaikan, dari masalah kerusuhan, terorisme, korupsi, dan kemiskinan. Sebenarnya apa yang melatarbelakangi permasalahan tersebut? Apakah dari masalah ekonomi, Pendidikn, politik atau kurang tegasnya hukum?. Jika dilihat dari kacamata ekonomi kemungkinan masyarakat Indonesia masih jauh dari sejahtera untuk itu perlu kiranya masyarakat Indonesia dibina untuk berwirausaha. Dari segi Pendidikan, Pendidikn saat lebih menekan kan pada kecerdasan otak daripada pembentukan karakter pada peserta didik, untuk itu Menurut Purihanto (2011: 6) perlu kiranya penanaman karakter pada Pendidikn formal dari tingkat Pendidikn usia dini sampai Pendidikn tinggi yang dintegrasikan kedalam setiap mata pelajaran atau mata kuliah,
Pendidikn karakter dilatarbelakangi oleh keinginan mewujudkan konsensus nasional yang berparadigma Pancasila dan UUD 1945. Konsensus tersebut selanjutnya diperjelas melalui UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikn Nasional, yang berbunyi “ Pendidikn nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab”.
Membangun karakter bangsa dapat direalisasikan dengan menerapkan pembelajaran melalui pendekatan Realistic Mathematics Education (RME). RME merupakan pendekatan yang memandang matematika sebagai suatu aktivitas. Aktivitas tersebut meliputi aktivitas pemecahan masalah, mencari masalah dan mengorganisasi pokok persoalan. Dengan demikian  belajar matematika berarti bekerja dengan matematika dan pemecahan masalah dalam  hidup sehari-hari merupakan bagian penting dalam pembelajaran. Permasalahan sehari-hari dapat dipelajari dengan pendekatan RME salah-satunya adalah permasalahan optimasi pada perusahaan atau perdagangan dengan menggunakan program linear. Dalam hal ini mahasiswa diminta untuk mengobserfasi suatu perusahaaan, lembaga, atau pasar mertradisional yang mempunyai permasalahan optimasi dan memodelkan permaslahan tersebut dengan menggunakan program linear. 
            Menurut (Nasendi & Affendi: 1985: 2) Program linear merupakan kelompok teknik analisis kuatutitatif yang tergabung dalam riset opersasi yang mengandalkan model matematika atau model simbolik sebagai wadahya.  Artinya setiap persoalan yang kita hadapi dalam suatu sistem permasalahan tertentu dalam dunia nyata  perlu dirumuskan dulu dalam simbol-simbol tertentu menjadi simbol-simbol matematika tertentu sehingga mendekati pemasalahan sebenarnya. Karena mendekati kenyataan, maka pengambilan keputusan diharapkan dapat mendekati kenyataan sebenarnya. Dengan demikian program linear diharapkan dapat membantu para pengambil keputusan untuk mengambil keputusan yang terbaik dari sekian banyak alternatif  yang tersedia menyangkut alokasi sumber daya dan dana, dalam rangaka mencapai tujuan pembangunan dan dunia usaha, dan target yang terbaik sesuai dengan sasaran yang telah ditentukan.
B.     Rumusan Masalah
Apakah penerapan pembelajaran program linear berbasis ekonomi melalui pendekatan Realistik Mathematics Education (RME) dapat membangun karakter bangsa pada mahasiswa semester VII program studi Pendidikan Matematika Universitas Wisnuwardhana Malang?
C.    Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan penerapan pembelajaran program linear berbasis ekonomi melalui Pendekatan Realistic Mathematics Education sebagai upaya membangun karakter bangsa mahasiswa semester VII program studi Pendidikan Matematika Universitas Wisnuwardhana Malang.
D.    Manfaat Penelitian
1.      Manfaat penelitian bagi mahasiswa
Dengan belajar program  linear berbasis ekonomi dalam kehidupan nyata, mahasiswa tumbuh rasa yang terkandung dalam nilai-nilai pendidikan karakter bangsa, seperti peduli pada ekonomi sekitar, peduli lingkungan, peduli sosial, kreatif, komunikatif, bekerja keras, dan lain sebagainya. 
2.      Manfaat bagi peneliti 
Manfaat penlitian bagi peneliti yaitu mengetahui sejauh mana penerapan pembelajaran program linear berbasis ekonomi melalui pendekatan realistic mathematics education dapat membangun nilai-nilai karakter bangsa.
E.     Batasan Masalah
1.      Analis yang digunakan dalam program linear ini dibatasi pada analisis grafis dan analisis simplex.
2.      Nilai-nilai Pendidikan karakter bangsa dalam penelitian ini yaitu relegius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli social, peduli lingkungan, dan tanggung jawab.
3.      Subjek penelitian ini yaitu mahasiswa semester VII  program studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Wisnuwardhana Malang yang berjumlah 19 orang, yang terdiri dari 5 laki-laki, 14 perempuan yang berasal dari daerah yang beragam seperti Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Bali, Jawa, dan Sumatera. Dari segi agama mahasiswa juga beragam ada yang Muslim, Kristen Protestan, Kristen Katolik dan Hindu.    

III. KAJIAN PUSTAKA
A.    Pendekatan Realistic Mathematics Education
Pendekatan Realistic Mathematics Education merupakan pendekatan yang dikembangkan oleh Freudenthal Institute di belanda, pendekatan ini memandang matematika sebagai aktivitas artinya matematika adalah aktivatas mencari masalah, memecahkan masalah, dan mengorganisasi pokok persoalan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
a.      Karakteristik pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education
Menurut Soedjadi (2001: 3) pembelajaran matematika realistik mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut: 1) Menggunakan konteks, artinya dalam pembelajaran matematika realistik lingkungan keseharian atau pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik dapat dijadikan sebagai bagian materi belajar yang kontekstual bagi peserta didik, 2) Menggunakan model, artinya permasalahan atau ide dalam matematika dapat dinyatakan dalam bentuk model, baik model dari situasi nyata maupun model yang mengarah ke tingkat abstrak, 3) Menggunakan kontribusi peserta didik, artinya pemecahan masalah atau penemuan konsep didasarkan pada sumbangan gagasan peserta didik, 4) Interaktif, artinya aktivitas proses pembelajaran dibangun oleh interaksi peserta didik dengan peserta didik, peserta didik dengan Pendidik, peserta didik dengan lingkungan dan sebagainya. 5) Intertwin, artinya topik-topik yang berbeda dapat diintegrasikan sehingga dapat memunculkan pemahaman tentang suatu konsep secara serentak.
Jika dikaji secara mendalam karakteristik pembelajaran matematika realistik tampak bahwa pendekatan ini dikembangkan berlandaskan pada filsafat kontruktivisme. Paham ini berpandangan bahwa pengetahuan dibangun sendiri oleh orang yang belajar secara aktif. Penanaman suatu konsep tidak dapat dilakukan dengan mentransferkan konsep itu dari satu orang ke orang lain. Tetapi seseorang yang sedang belajar semestinya diberi keleluasaan dan dorongan untuk mengekspresikan pikirannya dalam mengkonstruk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri. Aktivitas ini dapat terjadi dengan cara memberikan permasalahan kepada peserta didik. Permasalahan tersebut adalah permasalahan yang telah diakrabi peserta didik dalam kehidupannya. Sebagai akibat dari peningkatan aktivitas peserta didik dalam pembelajaran matematika realistik adalah berkurangnya dominasi Pendidik. Dalam pendekatan ini Pendidik lebih berfungsi sebagai fasilitator.
b.      Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematic Education:  
a)       Memahami masalah kontekstual
Pada langkah ini Pendidik menyajikan masalah kontekstual kepada peserta didik. Selanjutnya Pendidik meminta peserta didik untuk memahami masalah itu terlebih dahulu. Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang muncul pada langkah ini adalah menggunakan konteks. Penggunaan konteks terlihat pada penyajian masalah kontekstual sebagai titik tolak aktivitas pembelajaran peserta didik.
b)      Menjelaskan masalah kontekstual.
Langkah ini ditempuh saat peserta didik mengalami kesulitan memahami masalah kontekstual. Pada langkah ini Pendidik memberikan bantuan dengan memberi petunjuk atau pertanyaan seperlunya yang dapat mengarahkan peserta didik untuk memahami masalah. Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang muncul pada langkah ini adalah interaktif, yaitu terjadinya interaksi antara Pendidik dengan peserta didik maupun antara peserta didik dengan peserta didik.


c)      Menyelesaikan masalah kontekstual
Pada tahap ini peserta didik didorong menyelesaikan masalah kontekstual secara individual berdasar kemampuannya dengan memanfaatkan petunjuk-petunjuk yang telah disediakan. Peserta didik mempunyai kebebasan menggunakan caranya sendiri. Dalam proses memecahkan masalah, sesungguhnya peserta didik dipancing atau diarahkan untuk berfikir menemukan atau mengkonstruksi pengetahuan untuk dirinya. Pada tahap ini , dua prinsip pembelajaran matematika realistik yang dapat dimunculkan adalah guided reinvention and progressive mathematizing dan self-developed models. Sedangkan karakteristik yang dapat dimunculkan adalah penggunaan model. Dalam menyelesaikan masalah peserta didik mempunyai kebebasan membangun model atas masalah tersebut.
d)     Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Pada tahap ini Pendidik mula-mula meminta peserta didik untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban dengan pasangannya. Diskusi ini adalah wahana bagi sepasang peserta didik mendiskusikan jawaban masing-masing. Dari diskusi ini diharapkan muncul jawaban yang dapat disepakati oleh kedua peserta didik. Selanjutnya Pendidik meminta peserta didik untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban yang dimilikinya dalam diskusi kelas. Pada tahap ini Pendidik menunjuk atau memberikan kesempatan kepada pasangan peserta didik untuk mengemukakan jawaban yang dimilikinya ke muka kelas dan mendorong peserta didik yang lain untuk mencermati dan menanggapi jawaban yang muncul di muka kelas.
Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang muncul pada tahap ini adalah interaktif dan menggunakan kontribusi peserta didik. Interaksi dapat terjadi antara peserta didik dengan peserta didik juga antara Pendidik dengan peserta didik. Dalam diskusi ini kontribusi peserta didik berguna dalam pemecahan masalah.
e)      Menyimpulkan
Dari hasil diskusi kelas Pendidik mengarahkan peserta didik untuk menarik kesimpulan mengenai pemecahan masalah, konsep, prosedur atau prinsip yang telah dibangun bersama. Pada tahap ini karakteristik pembelajaran matematika realistik yang muncul adalah interaktif serta menggunakan kontribusi peserta didik.
c.       Teori Belajar yang Relevan dengan Realistic Mathematic Education
Pembelajaran matematika realistik dikembangkan dengan mengacu dan dijiwai oleh filsafat konstruktivis. Sedangkan menurut Soedjadi (1999: 156) kontruktivisme di bidang belajar dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan yang dikembangkan sejalan dengan teori psikologi kognitif. Inti dari konstruktivisme dalam bidang belajar adalah peranan besar yang dimiliki mahasiswa dalam mengkonstruksi pengetahuan yang bermakna bagi dirinya. Sedangkan tenaga pendidikamemposisikan diri lebih sebagai fasilitator belajar. Beberapa teori belajar kognitif yang dipandang relevan dengan pendekatan pembelajaran matematika realistik adalah teori Piaget, teori Vygotsky, teori Ausubel dan teori Bruner.
1. Teori Piaget
Piaget (dalam Ibrahim, 1999:16) berpandangan bahwa, peserta didik-peserta didik memiliki potensi untuk mengembangkan intelektualnya. Pengembangan intelektual mereka bertolak dari rasa ingin tahu dan memahami dunia di sekitarnya. Pemahaman dan penghayatan tentang dunia sekitarnya akan mendorong pikiran mereka untuk membangun tampilan tentang dunia tersebut dalam otaknya. Tampilan yang merupakan struktur mental itu disebut skema atau skemata (jamak). Suparno (1997: 30) menggambarkan skema sebagai suatu jaringan konsep atau kategori. Dengan menggunakan skemanya, seseorang dapat memproses dan mengidentifikasi suatu rangsangan yang diterimanya sehingga ia dapat menempatkannya pada kategori/ konsep yang sesuai.
Piaget menyatakan bahwa prinsip dasar dari pengembangan pengetahuan seseorang adalah berlangsungnya adaptasi pikiran seseorang ke dalam realitas di sekitarnya. Proses adaptasi ini tidak terlepas dari keberadaan skema yang dimiliki orang tersebut serta melibatkan asimilasi, akomodasi dan equiliberation dalam pikirannya (Suparno,1997: 31). Asimilasi adalah proses kognitif yang dengannya seseorang dapat mengintegrasikan persepsi, konsep atau pengalaman baru ke dalam skema yang dimilikinya. Melalui asimilasi, skema seseorang berkembang namun tidak berubah. Dengan demikian perkembangan skema seseorang berarti terjadinya pengayaan persepsi dan pengetahuan seseorang atas dunia sekitarnya. Karena itu asimilasi dapat dipandang sebagai proses yang dilakukan individu untuk mengadaptasikan dan mengorganisasi diri ke dalam lingkungannya sehingga pengertianya berubah.
Proses kognitif asimilasi tidak selalu dapat dilakukan seseorang . Hal ini terjadi jika rangsangan baru yang diterimanya tidak sesuai dengan skema yang dimilikinya. Jika hal ini terjadi, maka akan dilakukan proses akomodasi. Melalui proses akomodasi, pikiran seseorang akan membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan tersebut atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan tersebut (Suparno, 1997: 32).
Dalam mengembangkan pengetahuannya, proses asimilasi dan akomodasi terus berlangsung dalam diri seseorang. Keduanya terjadi tidak berdiri sendiri. Kedua proses ini berlangsung dalam keseimbangan yang diatur secara mekanis. Proses pengaturan keseimbangan ini disebut equilibrium (Suparno, 1997: 32). Namun dalam menerima suatu pengalaman baru dapat terjadi suatu keadaan sedemikian hingga terjadi ketidakseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Keadaan ini disebut sebagai dissequilibrium. Ketidakseimbangan ini muncul pada saat terjadi ketidaksesuaian antara pengalaman saat ini dengan pengalaman baru yang mengakibatkan akomodasi. Jika terjadi ketidakseimbangan maka seseorang dipacu untuk mencari keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Menurut Dahar (1991: 182) seseorang yang mampu memperoleh kembali keseimbangannya akan berada pada tingkat intelektual yang tinggi dari sebelumnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Teori Piaget memandang kenyataan atau pengetahuan bukan sebagai objek yang memang sudah jadi dan ada untuk dimiliki manusia, namun ia harus diperoleh melalui kegiatan konstruksi oleh manusia sendiri melalui proses pengadaptasian pikirannya ke dalam realitas di sekitarnya..
Lebih lanjut Piaget (dalam Atkinson, 1999: 96) menjelaskan bahwa dalam tahap-tahap perkembangan intelektualnya seorang peserta didik sudah terlibat dalam proses berpikir dan mempertimbangkan kehidupannya secara logis. Proses berpikir tersebut berlangsung sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. Agar perkembangan intelektual peseta didik berlangsung optimal maka mereka perlu dimotivasi dan difasilitasi untuk membangun teori-teori yang menjelaskan tentang dunia sekitarnya (Ibrahim, 1999: 19). Berkaitan dengan upaya ini Piaget (dalam Ibrahim, 1999:18) berpendapat bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang melibatkan peserta didik bereksperimen secara mandiri, dalam arti:
a. Mencoba segala sesuatu untuk melihat apa yang terjadi.
b. Memanipulasi tanda dan simbol
c. Mengajukan pertanyaan
d. Menemukan jawaban sendiri
e. Mencococokan apa yang telah ia temukan pada suatu saat dengan
apa yang ia temukan pada saat yang lain
f. Membandingkan temuannya dengan temuan orang lain.
Pembelajaran matematika realistik merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang sejalan dengan pandangan Piaget di atas. Pembelajaran matematika realistik yang dikembangkan dengan berlandaskan pada filsafat konstruktivis, memandang pengetahuan dalam matematika bukanlah sebagai sesuatu yang sudah jadi dan siap diberikan kepada mahasiswa, namun sebagai hasil konstruksi mahasiswa yang sedang belajar. Karena itu, dalam pembelajaran matematika realistik mahasiswa merupakan pusat dari proses pembelajaran itu sendiri, sedangkan tenaga pendidikaberperan lebih sebagai fasilitator. Implikasi dari pandangan ini adalah keharusan bagi tenaga pendidikauntuk memfasilitasi dan mendorong mahasiswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Siswa harus didorong untuk mengkonstruksi pengetahuan bagi dirinya. Untuk keperluan tersebut maka mahasiswa perlu mendapat keleluasaan dalam mengekspresikan jalan pikirannya dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya.
Untuk mewujudkan situasi dan kondisi belajar yang demikian maka dalam mengelola pembelajaran tenaga pendidikaperlu memperhatikan beberapa pandangan Piaget. Diantaranya adalah tenaga pendidikaperlu mendorong mahasiswa untuk berani mencoba berbagai kemungkinan cara untuk memahami dan menyelesaikan masalah. Dalam ini aktivitas mengkonstruksi pengetahuan oleh mahasiswa diwujudkan dengan memberikan masalah kontekstual. Masalah kontekstual tersebut dirancang sedemikian hingga memungkinkan siswa untuk membangun pengetahuannya secara mandiri.
2. Teori Vygotsky
       Matthews dan O’Loughlin (dalam Suparno, 1997: 41) berpendapat bahwa teori Piaget dikembangkan dengan penekanan yang lebih pada aspek personal. Teori ini dipandang terlalu subjektif dan kurang sosial, sehingga faktor masyarakat dan lingkungan kurang diperhatikan dalam proses pengembangan intelektual peserta didik.
Berbeda dengan Piaget, Vygotsky (dalam Ibrahim, 1999: 18) berpendapat bahwa proses pembentukan dan pengembangan pengetahuan peserta didik tidak terlepas dari faktor interaksi sosialnya. Melalui interaksi dengan teman dan lingkungannya, peserta didik terbantu perkembangan intelektualnya. Pandangan Vygotsky tentang arti penting interaksi sosial dalam perkembangan intelektual peserta didik tampak dari empat ide kunci yang membangun teorinya.
a. Penekanan pada hakikat sosial
Ide kunci pertama ini menjelaskan pandangan Vygotsky tentang arti penting interaksi sosial dalam proses belajar peserta didik. Vygotsky (dalam Nur, 1999: 3) mengemukakan bahwa peserta didik belajar melalui interaksi dengan orang dewasa atau teman sebayanya. Dalam proses belajar yang demikian, seorang peserta didik yang sedang belajar tidak hanya menyampaikan pengertiannya atas suatu masalah kepada dirinya sendiri namun ia juga dapat menyampaikannya pada orang lain di sekitarnya. Pembelajaran kooperatif yang terjalin oleh intraksi sosial peserta belajar memberi manfaat berupa hasil belajar yang terbuka untuk seluruh siswa dan proses berpikir siswa lain terbuka untuk siswa yang lain.
b. Wilayah perkembangan terdekat (zone of proximal development).
Vygotsky menjelaskan adanya dua tingkat perkembangan intelektual, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Pada tingkat perkembangan aktual seseorang sudah mampu untuk belajar atau memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan yang ada pada dirinya pada saat itu. Sedangkan tingkat perkembangan potensial adalah tingkat perkembangan intelektual yang dicapai seseorang dengan bantuan orang lain yang lebih mampu. Tingkat perkembangan potensial terletak di atas tingkat perkembangan aktual seseorang. Perubahan dari tingkat perkembangan aktual menuju ke tingkat perkembangan potensial tidak terjadi secara langsung dan otomatis. Perubahan itu berlangsung dengan melalui proses belajar yang terjadi pada wilayah perkembangan terdekat.
Wilayah perkembangan terdekat terletak sedikit di atas perkembangan aktual seseorang. Menurut Slavin (1994: 49) seorang peserta didik yang bekerja dalam wilayah perkembangan terdekat terlibat dalam tugas-tugas yang tidak mampu diselesaikannya sendiri. Ia memerlukan kehadiran orang yang lebih mampu untuk membantunya. Dengan mengerjakan serangkaian tugas belajar di wilayah perkembangan terdekat seorang peserta didik diharapkan mencapai tingkat kecakapan tertentu pada waktu selanjutnya. Dengan demikian proses belajar di wilayah perkembangan terdekat dapat dipandang sebagai suatu proses transisi atau peralihan dari tingkat perkembangan aktual ke tingkat perkembangan potensial.
c. Pemagangan kognitif (cognitive apprenticeship)
Ide kunci ini adalah gabungan dua ide kunci yang pertama, yaitu hakikat sosial dan perkembangan daerah terdekat . Menurut Vygotsky, dalam proses pemagangan kognitif seorang peserta didik secara bertahap mencapai kepakaran dalam interaksinya dengan seorang pakar, orang dewasa atau teman sebayanya dengan pengetahuan yang lebih (Nur,1999: 5). Implementasi dari ide ini adalah pembentukan kelompok belajar kooperatif heterogen sehingga siswa yang lebih pandai dapat membantu siswa yang kurang pandai dalam menyelesaikan tugasnya.
d. Perancahan (Scaffolding)
Scaffolding atau perancahan (peserta didik tangga) adalah suatu prinsip yang mengacu kepada bantuan yang diberikan oleh orang dewasa atau teman sebaya yang kompeten. Dalam proses pembelajaran bantuan itu diberikan kepada siswa dalam bentuk sejumlah besar dukungan pada tahap awal pembelajaran. Selanjutnya bantuan itu makin berkurang dan pada akhirnya tidak ada sama sekali sehingga peserta didik mengambil alih tanggung jawab secara penuh terhadap apa yang dikerjakan setelah ia mampu melakukannya (Slavin, 1997: 48).
Ide kunci ini menjelaskan pandangan Vygotsky tentang perlunya pemberian tugas-tugas komplek, sulit dan realistik kepada siswa. Melalui pemecahan masalah dalam tugas yang diterimanya, seorang siswa diharapkan dapat menemukan keterampilan-keterampilan dasar yang berguna bagi dirinya. Dengan demikian pembelajaran yang terjadi lebih menekankan pada model pengajaran top-down (Nur, 1999: 5). Pembelajaran yang demikian berlawanan dengan model bottom-up tradisional, dimana keterampilan-keterampilan dasar diberikan secara bertahap untuk mewujudkan keterampilan yang lebih kompleks.
Implikasi yang muncul atas pandangan Vygotsky dalam pendidikan peserta didik adalah perlu adanya suatu dorongan kepada siswa untuk berinteraksi dengan orang di sekitarnya yang punya pengetahuan lebih baik yang dapat memberikan bantuan dalam pengembangan intelektualnya. Lebih luas daripada itu, para konstruktivis menekankan agar para pendidik memperhatikan keberadaan situasi sekolah, masyarakat dan teman di sekitar seseorang yang dapat mempengaruhi pengembangan intelektual seorang siswa (Cobb dalam Suparno, 1997: 96).
Salah satu karakteristik dalam pembelajaran matematika realistik adalah penemuan konsep dan pemecahan masalah sebagai hasil sumbang gagasan para mahasiswa. Kontribusi gagasan tersebut dapat diwujudkan melalui proses pembelajaran yang di dalamnya terdapat interaksi antara mahasiswa dengan mahasiswa, antara peserta didik dengan tenaga pendidika atau antara peserta didik dengan lingkungannya. Dengan demikian, selain ada aktivitas mental yang bersifat personal, dalam pembelajaran matematika realistik tenaga pendidik perlu mendorong munculnya interaksi sosial antar anggota kelas dalam proses mengkonstruk pengetahuan. Melalui interaksi sosial tersebut, perserta didik yang lebih mampu berkesempatan menyampaikan pemahaman yang dimilikinya pada peserta didik lain yang lebih lemah. Hal ini memungkinkan bagi peserta didik yang lebih lemah tersebut memperoleh peningkatan dari perkembangan aktual ke perkembangan potensial atas bantuan peserta didik yang lebih mampu. Sedangkan di sisi lain tenaga pendidikamempunyai peran dalam membantu siswa yang mengalami kesulitan dengan memberi arah, petunjuk, peringatan dan dorongan. Dengan demikian tampak bahwa proses pembelajaran matematika realistik sejalan dengan teori Vygotsky yang memberi tekanan pada pentingnya interaksi sosial dalam perkembangan intelektual peserta didik.
Dalam hal ini, interkasi sosial antar anggota kelas diwujudkan melalui tahap mendiskusikan dan menegosiasikan penyelesaian masalah di tingkat kelompok maupun tingkat kelas. Dalam diskusi kelompok maupun kelas tersebut tenaga pendidikaperlu mendorong semangat saling berbagi dan menghargai pandangan pihak lain. Sedangkan interaksi yang dapat dibangun oleh tenaga pendidikadengan para mahasiswa adalah dengan memberikan bantuan seperlunya tanpa harus membatasi keleluasaan mahasiswa mengekspresikan ide-idenya.
3. Teori Ausubel
Ausubel, Noval dan Hanesian menggolongkan belajar atas dua jenis yaitu belajar menghafal dan belajar bermakna (Suparno, 1997: 53). Menurut Nur (1999: 38) belajar menghafal mengacu pada penghafalan fakta-fakta atau hubungan-hubungan, misal tabel perkalian dan lambang-lambang atom kimia. Sedangkan menurut Ausubel belajar dikatakan bermakna jika informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitifnya sehingga peseta didik tersebut mengkaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya (Hudojo, 1988: 61).
Menurut Parreren melalui belajar bermakna struktur konsep yang dimiliki seseorang mengalami perkembangan. Selain itu konsep-konsep yang terhubung satu dengan yang lain secara bermakna melahirkan kaidah yang berguna dalam pemecahan masalah (Winkel, 1991: 57). Pandangan ini sejalan dengan pendapat yang menyebutkan bahwa pengetahuan yang dipelajari secara bermakna akan memungkinkan untuk diterapkan ke situasi yang lebih luas dalam kehidupan nyata (Nur, 1999: 34).
Berlawanan dengan penjelasan di atas, jika pengetahuan yang semestinya dapat diajarkan secara bermakna tetapi diajarkan dengan menghafal akan menghasilkan pengetahuan inert. Pengetahuan inert adalah pengetahuan yang sesungguhnya dapat diterapkan untuk situasi yang lebih umum, tetapi pada kenyataannya hanya dapat diterapkan dalam situasi khusus (Nur, 1999: 38). Siswa yang hanya menghafal suatu konsep tanpa benar-benar mengerti isinya merupakan bentuk dari korban verbalisme (Winkel, 1991: 58).
Salah satu karakteristik pembelajaran matematika realistik adalah penggunaan konteks. Penggunaan konteks dalam pembelajaran matematika realistik berarti bahwa lingkungan keseharian atau pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik dapat dijadikan sebagai bagian materi belajar bagi peserta didik. Apa yang terjadi di sekitar peserta didik maupun pengetahuan yang dimiliki peserta didik  merupakan bahan yang berharga untuk dijadikan sebagai permasalahan kontekstual yang menjadi titik tolak aktivitas berfikir peserta didik. Permasalahan yang demikian lebih bermakna bagi siswa karena masih berada dalam jangkauan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya. Oleh sebab itu, untuk memecahkan masalah kontekstual seorang peserta didik harus dapat mengkaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan permasalahan tersebut. Dengan demikian seorang peserta didik akan berhasil memecahkan masalah kontekstual jika ia mempunyai cukup pengetahuan yang terkait dengan masalah tersebut. Selain itu peserta didik juga harus dapat menerapkan pengetahuan yang telah dimilikinya untuk menyelesaikan masalah kontekstual tersebut. Dengan demikian penyajian masalah kontekstual untuk peserta didik dalam pembelajaran matematika realistik sejalan dengan teori belajar bermakna Ausubel.
4. Teori Bruner
Bruner (dalam Hudojo, 1988: 56) berpendapat bahwa belajar matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur tersebut. Menurut Bruner pemahaman atas suatu konsep beserta strukturnya menjadikan materi itu lebih mudah diingat dan dapat dipahami lebih komprehensif.
B.     Pendidikan Karakter Bangsa
Motivator sekaligus pimpinan dari Pelatihan Emotional Spiritual Quotient (ESQ) Leadership,  Ary Ginanjar Agustian mengajak pemerintah dan seluruh civitas akademika untuk mengedepankan pendidikan karakter di tingkat perguruan tinggi jika tidak ingin moral bangsa ini lenyap dalam 20 tahun ke depan (ANTARA News). Oleh sebab itu nilai-niai pendidikan karakter perlu ditanamkan kepada mahasiswa sehingga setelah lulus kuliah mahasiswa menjadi manusia yang mandiri, kreatif, cinta tanah air 
a)    Pengertian pendidikan karakter bangsa
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter individu seseorang. Akan tetapi, karena manusia hidup dalam ligkungan sosial dan budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang berangkutan. Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan sosial,budaya masyarakat, dan budaya bangsa. Lingkungan sosial dan budaya bangsa adalah Pancasila.  Jadi pendidikan karakter bangsa haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, mendidik budaya dan karakter bangsa adalah mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri peserta didik melalui pendidikan hati, otak, dan fisik.
Pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi muda dan juga proses pengembangan budaya dan karakter bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang. Dalam proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif peserta didik mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.
Berdasarkan  uraian tentang  karakter bangsa dan pendidikan maka  Pendidikan karakter bangsa diartikan sebagai  pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif .
b. Nilai-nilai pendidikan karakter bangsa
 Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendikan karakter bangsa diidentifikasi berdasarkan sumber agama, pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional. Dari empat sumber tersebut t\ridentifikasi nilai pendidikan karakter bangsa sebagai berikut,
Tabel 3.1: Indikator nilai pendidikan karakter bangsa
NO
NILAI
DESKRIPSI


1.

Religius

Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain 

2.

Jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebgai orang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan

3.

Toleransi

Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

4

Disiplin

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patih pada berbagai ketentuan dan peraturan

5

Kerja keras

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan  belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dan sebaik-baiknya

6

Kreatif

Berpikir dan melakukan sesuatu yang menghasilkan cara atau hasil baru berdasarkan sesuatu yang telah dimiliki.

7

Mandiri

Sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas

8

Demokratis

Cara berpikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain

9

Rasa Ingin Tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat dan didengar

10

Semangat Kebangsaan

cara berpikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara diatas kepenti-ngan diri dan kelompoknya.

11

Cinta Tanah Air

Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan, fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsa

12

Menghargai Prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui, dan menghormati keberhasilan orang lain

13
Bersahabat/Komunikatif

Tindakan yang memperlihat-kan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerjasama dengan orang lain

14

Cinta Damai

Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya

15

Gemar Membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kewajiban bagi dirinya

16

Peduli Sosial

Sikap dan tindakan yang ingin selalu memberi bantuan kepada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan

17
Peduli lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupayah mencegah kerusakan lingkungan alam disekitarnya dan mengem-bangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi

18

Tanggung Jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melakspeserta didikan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), Negara dan Tuhan Yang Maha Esa

sumber: badan penelitian dan pengembangan kementrian pendidikan nasional (2010: 9)


Berdasarkan indikator nilai-nilai pendidikan karakter bangsa, format penilaian karakter bangsa sebagai berikut:
Tabel 3.2: FORMAT PENILAIAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA

MATA KULIAH : PROGRAM LINEAR                                                                                                                                                                                                     SEMESTER: VII
MATA KULIAH : ANALIS GRAFIS & SIMPLEX                                                                                                                                                                                    WAKTU      : 4 X  90 MENIT
No
Nama Mahasiswa
Penilaian Pendidikan Karakter Bangsa
Jumlah skor
Rata – rata
Religius
Jujur
toleransi
disiplin
Kerja keras
kreatif
Mandiri
demokratis
Rasa ingin tahu
Semangat kebangsaan
Cinta tanah air
Menghargai prestasi
Bersahabat
Cinta damai
Gemar membaca
Peduli sosial
pedulilingkungan
Tanggungjawab



































































































































































































































C.    Pembelajaran program linear berbasis ekonomi dengan pendekatan Realistic Mathematics Education
Pemrograman Linier merupakan metode  matematik dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk mencapai suatu tujuan seperti memaksimumkan keuntungan dan meminimumkan biaya. Proram linear banyak diterapkan dalam masalah ekonomi, industri, militer, social dan lain-lain. Program linear berkaitan dengan penjelasan suatu kasus dalam dunia nyata sebagai suatu model matematik yang terdiri dari sebuah fungsi tujuan linier dengan beberapa kendala linier.
            Metode analis dalam progaram linear ada dua yaitu, metode analisis grafis dan metode analisis secara aljabar, dalam hal ini dengan memakai algoritma simplex. Adapun langkah-langkah dari analisis ini akan dijelaskan sebagai berikut:
1.        Langkah-langkah analisis dengan grafis
Metode grafik hanya bisa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dimana hanya terdapat dua variabel keputusan. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memformulasikan permasalahan yang ada ke dalam bentuk program linear. Langkah-langkah dalam formulasi permasalahan adalah :
            1) pahamilah secara menyeluruh permasalahan manajerial yang dihadapi
            2) identifikasikan tujuan dan kendalanya
            3) definisikan variabel keputusannya 
4)   gunakan variabel keputusan untuk merumuskan fungsi tujuan dan fungsi
                     kendala secara matematis.
Sebagai contoh dalam memformulasikan permasalahan, berikut ini akan dibahas perusahaan Krisna Furniture yang  akan  membuat meja dan kursi. Keuntungan yang diperoleh  dari  satu unit meja adalah  $7,-  sedang keuntungan yang diperoleh dari satu unit kursi adalah  $5,-.
Namun untuk meraih keuntungan tersebut Krisna Furniture menghadapi kendala keterbatasan jam kerja. Untuk pembuatan 1 unit meja dia memerlukan 4 jam kerja.  Untuk pembuatan 1 unit kursi dia membutuhkan 3 jam kerja. Untuk pengecatan 1 unit meja  dibutuhkan 2  jam  kerja, dan untuk pengecatan 1 unit kursi dibutuhkan  1 jam  kerja.  Jumlah  jam kerja  yang  tersedia  untuk  pembuatan meja dan kursi  adalah  240  jam per minggu sedang  jumlah jam kerja untuk pengecatan adalah 100 jam per minggu.   Berapa jumlah meja dan kursi yang sebaiknya diproduksi agar keuntungan perusahaan maksimum?  
Dari kasus  di atas dapat  diketahui bahwa tujuan perusahaan adalah memaksimumkan profit. Sedangkan kendala perusahaan tersebut adalah terbatasnya waktu yang tersedia untuk pembuatan dan pengecatan. Apabila permasalahan tersebut diringkas dalam satu tabel akan tampak sebagai berikut: 

 


 

Tabel 3.3: Informasi Permasalahan Krisna Furniture


Jumlah kerja untuk membuat 1 unit produksi
Total waktu tersedia perminggu

meja
kursi

Pembuatan
4
2
240
Pengecekan
2
1
100
Profit per unit
7
5


Mengingat produk yang akan dihasilkan adalah meja dan kursi, maka dalam rangka memaksimumkan profit, perusahaan harus memutuskan berapa jumlah meja dan kursi yang sebaiknya diproduksi. Dengan demikian dalam kasus ini, yang merupakan variabel keputusan adalah meja (X1) dan kursi (X2). 
Setelah kita mendefinisikan variabel keputusan, maka langkah selanjutnya adalah menuliskan secara matematis fungsi tujuan dan fungsi kendala. 
            1) Fungsi Tujuan 
Tujuan perusahaan adalah maksimisasi keuntungan, sehingga  kita dapat menuliskan   fungsi tujuan sebagai berikut : 
P = $7 x jumlah meja yang diproduksi + $5 x jumlah kursi yang diproduksi
.  Atau secara matematis dapat dituliskan :
Maksimisasi Z = $7X1 + $5X2
            2) Fungsi kendala 
Berkaitan dengan sumber daya yang digunakan, perusahaan tidak bisa memperkirakan secara tepat kebutuhan sumber daya yang digunakan untuk mencapai keuntungan tertentu.  Biasanya perusahaan menyediakan sumber daya tertentu yang merupakan kebutuhan minimum atau maksimum. Kondisi seperti ini secara matematis diungkapkan dengan pertidaksamaan.  
Kendala yang pertama adalah waktu yang tersedia di departemen pembuatan. Total waktu yang diperlukan untuk pembuatan X1 (meja) dimana untuk membuat satu unit meja diperlukan waktu 4 jam kerja dan untuk pembuatan X2  (kursi) dimana untuk membuat satu unit kursi diperlukan waktu 3 jam kerja adalah  240  jam. Kalimat ini bisa dirumuskan dalam pertidaksamaan matematis menjadi :
4X1 + 3X2  240

   Seperti halnya pada kendala yang pertama, maka pada kendala kedua dapat diketahui bahwa total waktu yang diperlukan untuk pengecatan  X1 (meja) dimana untuk mengecat satu unit meja diperlukan waktu 2 jam kerja dan untuk pembuatan X2 (kursi) dimana untuk mengecat satu unit kursi dibutuhkan waktu 1 jam kerja adalah  100  jam. Kalimat ini bisa dirumuskan dalam pertidaksamaan matematis menjadi:
2X1 + 1X2   100
 Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam Linear Programming adalah asumsi nilai X1 dan X2  tidak negatif.  Artinya bahwa,
X1 ≥ 0 (jumlah meja yang diproduksi adalah lebih besar atau sama dengan nol),
X2 ≥ 0 (jumlah kursi yang diproduksi adalah lebih besar atau sama dengan nol)
Dari uraian di atas dapat dirumuskan formulasi permasalahan secara lengkap sebagai berikut:
Fungsi tujuan :
Maksimisasi Z = $7X1 + $5X2.
Fungsi kendala :
4 X1 + 3 X2   ≤   240   (kendala departemen pembuatan)
2X1 + 1 X2   ≤   100    (kendala departemen pengecatan)
X1 ≥ 0 (kendala non negatif pertama)
X2 ≥ 0 (kendala non negatif kedua)

Kasus Krisna Furniture tersebut akan kita selesaikan dengan metode grafik. Keterbatasan metode grafik adalah bahwa hanya tersedia dua sumbu ordinat, sehingga tidak bisa digunakan untuk menyelesaikan kasus yang lebih dari dua variabel keputusan. 
Langkah pertama dalam penyelesaian dengan metode grafik adalah menggambarkan fungsi kendalanya. Untuk menggambarkan kendala pertama secara grafik, kita harus merubah tanda pertidaksamaan menjadi tanda persamaan seperti berikut. 
4 X1 + 3 X2   =   240
Kendala ini akan memotong salah satu atau kedua sumbu. 
Sebagaimana halnya yang sudah kita pelajari dalam aljabar, bahwa untuk menggambarkan fungsi linear yang tidak lain merupakan garis lurus, maka kita akan mencari titik potong garis tersebut dengan kedua sumbu. Suatu garis akan memotong salah satu sumbu apabila nilai variabel yang lain sama dengan nol. Dengan demikian kendala pertama akan memotong X1, pada saat X2 = 0, demikian juga kendala ini akan memotong X2, pada saat X1 = 0. 
Kendala I: 4 X1 + 3 X2 = 240
memotong sumbu X1  pada saat  X2 = 0
4 X1 + 0 = 240
X1 = 240/4  
X1 = 60. 
memotong sumbu X2 pada saat X1 = 0
0 + 3 X2 = 240
X2 = 240/3  
X2 = 80
Kendala I memotong sumbu X1 pada titik (60, 0) dan memotong sumbu X2 pada titik (0, 80).
 
Kendala II:  2 X1 + 1 X2  = 100
memotong sumbu X1 pada saat X2 = 0
2 X1 + 0 = 100
X1 = 100/2  
X1 = 50
memotong  sumbu X2  pada saat  X1 =0
0 + X2 = 100  
X2 = 100
Kendala I memotong sumbu X1 pada titik (50, 0) dan memotong sumbu X2 pada titik (0, 100).
P  =  ($7 x jumlah meja yang diproduksi) + ($5 x jumlah kursi yang diproduksi)
                                               2X1 + 1 X2   ≤   100  
                                               4 X1 + 3 X2   ≤   240  









Grafik  3.1. Grafik Area Layak 
 

Titik potong kedua kendala  bisa dicari dengan cara substitusi atau eliminasi
2 X1 + 1 X2  = 100  
 X2 = 100 - 2 X1

4 X1 + 3 X2 = 240   
4 X1 + 3 (100 - 2 X1) = 240

4 X1 + 300 - 6 X1  = 240
- 2 X1  = 240 - 300  
 - 2 X1 = - 60  

X1 = -60/-2  = 30.
X2 = 100 - 2 X1
X2 = 100 - 2 * 30
X2 = 100 - 60 
X2 = 40

Sehingga kedua kendala akan saling berpotongan pada titik (30, 40).
 Tanda   ≤ pada kedua kendala ditunjukkan pada area sebelah kiri dari garis kendala. Sebagaimana nampak pada Peraga  1. 1,  feasible region (area layak) meliputi daerah sebelah kiri dari titik A (0; 80), B (30; 40), dan C (60; 0). 
Untuk menentukan solusi yang optimal, ada dua cara yang bisa digunakan yaitu 
          1. dengan menggunakan garis profit (iso profit line)
          2. dengan titik sudut (corner point)
Penyelesaian dengan menggunakan garis profit adalah penyelesaian dengan menggambarkan fungsi tujuan. Kemudian fungsi tujuan tersebut digeser ke kanan sampai menyinggung titik terjauh dari dari titik nol, tetapi masih berada pada area layak (feasible region).  Untuk menggambarkan garis profit, kita mengganti nilai Z dengan sembarang nilai yang mudah dibagi oleh koefisien pada fungsi profit. Pada kasus ini angka yang mudah dibagi angka 7 (koefisien X1) dan 5 (koefisien X2) adalah 35.  Sehingga fungsi tujuan menjadi 35 = 7 X1 + 5 X2. Garis ini akan memotong sumbu X1 pada titik (5, 0) dan memotong sumbu X2 pada titik (0, 7). 
Dari Peraga 1. 2 dapat dilihat bahwa iso profit line menyinggung titik B yang merupakan titik terjauh dari titik nol. Titik B ini merupakan titik optimal. Untuk mengetahui berapa nilai  X1 dan X2, serta nilai Z pada titik B tersebut, kita mencari titik potong antara kendala I dan kendala II (karena titik B merupakan perpotongan antara kendala I dan kendala II). Dengan menggunakan eliminiasi atau subustitusi diperoleh nilai X1 = 30,  X2 = 40. dan Z = 410. Dari hasil perhitungan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa keputusan perusahaan yang akan memberikan profit maksimal adalah memproduksi X1 sebanyak 30 unit, X2 sebanyak 40 unit dan perusahaan akan memperoleh profit sebesar 410. 
Grafik  3.2: Iso Profit Line
 
 Penyelesaian dengan menggunakan titik sudut (corner point) artinya kita harus mencari nilai tertinggi dari titik-titik yang berada pada area layak (feasible region). Dari peraga 1, dapat dilihat bahwa ada 4 titik yang membatasi area layak, yaitu titik 0 (0, 0), A (0, 80), B (30, 40), dan C (50, 0). 
Keuntungan pada titik O (0, 0) adalah (7 x 0) + (5 x 0) = 0.
Keuntungan pada titik A (0; 80) adalah  (7 x 0) + (5 x 80) = 400.
Keuntungan pada titik B (30; 40) adalah (7 x 30) + (5 x 40) = 410.
Keuntungan pada titik C (50; 0) adalah (7 x 50) + (5 x 0) = 350.

Karena  keuntungan tertinggi jatuh pada titik B, maka sebaiknya perusahaan memproduksi meja sebanyak 30 unit dan kursi sebanyak 40 unit,  dan perusahaan memperoleh keuntungan optimal sebesar 410. 
2.        Langkah-langkah analisis dengan simplex
Metode grafik tidak dapat menyelesaikan persoalan program linear yang memilki variabel keputusan yang cukup besar atau lebih dari dua, maka untuk menyelesaikannya digunakan Metode Simplex. Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan, antara lain:
1.      Nilai kanan (NK/RHS) fungsi tujuan harus nol (0).
2.      Nilaikanan (RHS) fungsi kendala harus positif. Apabila negatif, nilai tersebut harus dikalikan –1.
3.      Fungsi kendala dengan tanda “≤” harus diubah kebentuk “=” dengan menambahkan variabel slack/surplus. Variabel slack/surplus  disebut juga variabel dasar.
4.      Fungsi kendala dengan tanda “≥” diubah kebentuk “≤” dengan cara mengalikan dengan-1, lalu diubah kebentuk persamaan dengan ditambahkan variabel slack. Kemudian karena RHS­nya negatif, dikalikan lagi dengan –1 dan ditambah artificial variabel (M).
5.      Fungsi kendala dengan tanda “=” harus ditambah artificial variabel (M).

Pembuatan Tabel Simplex
Contoh soal: Z = 3X1 + 5X2
Kendala: 1) 2X1 ≤ 8
 2) 3X2 ≤ 15
 3) 6X1 + 5X≤ 30

 Langkah­ - langkah:
1.      Mengubah fungsi tujuan dan fungsi kendala (lihatbeberapaketentuanyangharusdiperhatikandiatas!)
Fungsi tujuan Z = 3X1+ 5X2  => Z­ - 3X1­ + 5X2 = 0
Fungsi kendala 1) 2X1 ≤8              => 2X1 +             X3                   = 8
2) 3X2 ≤ 15           =>             3X2 +          X4          = 15
3) 6X1 + 5X2 ≤30 => 6X1 + 5X2 +                    X5 = 30
(X3, X4 dan X5  adalah variabel slack)
2.      Menyusun persamaan- persamaan ke dalam tabel
3.      Memilih kolom kunci. Kolom kunci adalah kolom yang mempunyai nilai pada baris Z yang bernilai negatif dengan angka terbesar.
4.      Memilih baris kunci Nilai kanan (NK)

Var.Dsr
Z
X1
X2
X3
X4
X5
NK
index
Z
1
­-3
­-5
0
0
0
0

X3
0
2
0
1
0
0
8

X4
0
0
3
0
1
0
1/5

X5
0
6
5
0
0
1
30


Var.Dsr
Z
X1
X2
X3
X4
X5
NK
index
Z
1
­-3
­-5
0
0
0
0

X3
0
2
0
1
0
0
8

X4
0
0
3
0
1
0
15

X5
0
6
5
0
0
1
30








Baris kunci adalah baris yang mempunyai index terkecil
Var.Dsr
Z
X1
X2
X3
X4
X5
NK
index
Z
1
­-3
­-5
0
0
0
0

X3
0
2
0
1
0
0
8
~
X4
0
0
3
0
1
0
15
5
X5
0
6
5
0
0
1
30
6

Angka kunci koefesien  angka kolom kunci
5.      Mengubah nilai-nilai baris kunci
 => dengan cara membaginya dengan angka kunci
 Baris baru kunci = baris kunci: angka kunci
sehingga tabel menjadi seperti berikut:

Var.Dsr
Z
X1
X2
X3
X4
X5
NK
index
Z
1
­3
­5
0
0
0
0

X3
0
2
0
1
0
0
8
~
X2
0
0
1
0
1/3
0
5
5
X5
0
6
5
0
0
1
6         
6


6.      Mengubah  nilai­-nilai selain baris kunci sehingga nilai­nilai kolom kunci (selain baris kunci) = 0

Baris baru = baris lama – (koefisien angka kolom kunci x nilai baris baru kunci)
Baris Z
Baris lama          [ -­3    -­5         0          0          0          0]
NBBK             5 [0      1          0          1/3       0          5]
                                                                                        
Barisbaru
      3
0
  0
5/3
 0
    25
Baris X3






Barislama
[ 2
0
1
0
0
8 ]
NBBK
0
[ 0
1
0
1/3
0
5 ]
Barisbaru

2
0
1
0
0
8
Baris X5






Barislama
[ 6
5
0
0
1
30 ]
NBBK
5 [ 0
1
0
1/3
0
  5 ]
Barisbaru
6
0
0
­-5/3
1
  5

Masukkan nilai diatas ke dalam tabel, sehingga tabel menjadi seperti berikut:

Var.Dsr
Z
X1
X2
X3
X4
X5
NK
index
Z
1
­-3
0
0
5/3
0
25

X3
0
2
0
1
0
0
8

X2
0
0
1
0
1/3
0
5

X5
0
6
0
0
­-5/3
1
5


7. Melanjutkan perbaikan­-perbaikan (langkah3 - 6) sampai baris Z tidak ada nilai negatif
Var.Dsr
Z
X1
X2
X3
X4
X5
NK
index
Z
1
­3
0
0
5/3
0
25

X3
0
2
0
1
0
0
8
4
X2
0
0
1
0
1/3
0
5
~
X5
0
6
0
0
­5/3
1
5
5/6

Z
1
0
0
0
5/6
1/2
27½
Zmax
X3
0
0
0
1
5/9
­-1/3
6 1/3

X2
0
0
1
0
1/3
0
5

X1
0
1
0
0
­- 5/18
1/6
5/6


Diperoleh hasil: X1 = 5/6, X2 = 5, Zmax = 27½
IV. METODE PENELITIAN
A.    Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kualitatif karena peneliti ingin mendeskripsikan penerapan pembelajaran program linear berbasis ekonomi melalui pendekatan Realistic Mathematics Education sebagai upaya membangun karakter bangsa. Menurut Moleong (2005: 6) penelitian kualitatif adalah penelititian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Pendekatan ini berusaha mengungkapkan gejala yang timbul dan sesuai dengan konteks melalui pengumpulan data secara alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci. Peneliti sebagai instrumen kunci artinya peneliti bertindak sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya peneliti akan menjadi pelapor hasil penelitian. Penelitian ini menghasilkan data kualitatif dan data kuantitatif sebagai data pendukung.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif karena penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk membuat gambaran tentang penerapan pembelajaran matematika dengan pendekatan open-ended pada pokok bahasan persamaan garis lurus. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk membuat deskripsi mengenai situasi atau kejadian, Susanti (2006: 29)
B.     Kehadiran Peneliti
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, oleh karena itu kehadiran peneliti di lapangan mutlak diperlukan. Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai perancang dan pelaksana proses pembelajaran. Kegiatan peneliti sebagai perancang pembelajaran yaitu peneliti membuat rancangan pembelajaran sekaligus pengajar. Peneliti juga bertindak sebagai penganalisis data dan pembuat laporan hasil penelitian. Pengamat dalam penelitian ini adalah dua orang Dosen program studi Pendidikan Matematika Universitas Wisnuwardhana Malang .
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di proram studi Pendidikan Matematika Universitas Wisnuwardhana Malang. Program studi  ini dipilih sebagai tempat penelitian dengan beberapa pertimbangan, 1) peneliti sebagai tenaga pengajar mata kuliah program linear pada program studi Pendidikan Matematika Universitas Wisnuwardhana Malang, 2) secara georafis Universitas Wisnuwardhana Malang dekat dengan pusat perbelajaan, pasar trasisional, dan perusahaan sehingga mempercepat pelaksanaan penelitian.   

D. Data  dan Sumber Data

1.   Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a.       Hasil pengamatan yang memuat catatan mengenai kegiatan pembelajaran, baik yang berkenaan dengan peneliti maupun subjek penelitian sesuai dengan observasi yang dilakukan selama kegiatan pembelajaran.
b.       Catatan lapangan pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung yang disajikan dalam bentuk jurnal. Jurnal berisi kegitan yang dilakukan dosen dan respon mahasiswa selama kegiatan pembelajaran.
c.       Wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan mahasiswa. Wawancara dengan mahasiswa dilakukan secara berkelompok.
d.      Foto kegiatan pembelajaran.
Foto menghasilkan data deskriptif yang cukup berharga dan sering digunakan untuk menelaah segi-segi subjektif dan hasilnya sering dianalisis secara induktif (Moleong, 2004: 160)
e.       Skor yang diperoleh mahasiswa dalam mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh peneliti pada mata kuliah program linear.
2.    Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah mahasiswa semester VII program studi Pendidikan Matematika Universitas Wisnuwardhana Malang. Jumlah mahasiswa yang menjadi subjek penelitian adalah 19  mahasiswa yang terdiri dari 5 mahasiswa laki-laki dan 14  mahasiswa perempuan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan teknik sebagai berikut.
1.                    Observasi (Pengamatan)
Menurut Suharsimi Arikunto (2002:197) metode observasi adalah suatu usaha sadar untuk mengumpulkan data yang dilakukan secara sistematis yang dilakukan dengan prosedur terstandar. Menurut Guba & Lincoln (dalam Moleong, 2004:174) alasan penggunaan pengamatan dalam penelitian adalah sebagai berikut.
a.       Teknik pengamatan ini didasarkan atas pengalaman secara langsung.
b.       Teknik pengamatan memungkinkan peneliti mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya.
c.       Pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proposisional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data.
d.      Mengecek keabsahan data peneliti jika terjadi keraguan pada peneliti.
e.       Teknik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit.
f.        Pengamatan sebagai alat yang bermanfaat untuk berkomunikasi.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengamatan adalah suatu teknik atau cara pengumpulan data dengan cara pengamatan dan pencatatan secara langsung terhadap objek yang diselidiki. Pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pengamatan aktivitas tenaga pendidikadan aktivitas mahasiswa selama kegiatan pembelajaran yang berpedoman pada format yang disusun.
2.      Catatan lapangan
Catatan lapangan dilakukan untuk melengkapi data yang tidak direkam pada lembar pengamatan. Catatan lapangan dilakukan pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung dan setelah kegiatan pembelajaran.
3.      Wawancara
Wawancara dilakukan untuk mengetahui pemahaman mahasiswa tentang materi serta untuk mengetahui respon mahasiswa terhadap pembelajaran. Wawancara dilakukan pada setiap akhir pembelajaran dengan menggunakan pedoman wawancara.
4.      Foto kegiatan pembelajaran
Pengambilan gambar dilakukan pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung, yaitu pada saat pelaksanaan diskusi kelas.
5.      Tes.
Tes adalah alat pengukur yang berharga bagi penelitian pendidikan. Tes adalah seperangkat rangsang (stimuli) yang diberikan kepada seseorang dengan maksud untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang dapat dijadikan dasar bagi penetapan skor angka Furchan Arief (dalam Susanti, 2006: 33). Dalam penelitian ini, tes diberikan pada pertemuan terakhir dan digunakan untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa memahami materi yang disampaikan.

F. Pengecekan Keabsahan Temuan

Pengecekan keabsahan dalam penelitian ini menggunakan ketekunan pengamat dan teknik triangulasi. Ketekunan pengamat bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memanfaatkan hal-hal tersebut secara rinci (Moleong, 2004:329). Oleh karena itu ketekunan pengamat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah usaha pengamat menemukan ciri-ciri dan unsur dalam kegiatan pembelajaran yaitu dengan mencatat tingkah laku mahasiswa selama pembelajaran berlangsung. Peneliti hendaknya mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap tingkah laku dan respon mahasiswa selama kegiatan pembelajaran, sehingga peneliti mampu menguraikan secara rinci bagaimana proses pembelajaran matematika program linear berbasis ekonomi melalui pendekatan Realistic Mathematics Education.
Teknik triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang ada (Moleong 2004:330). Denzin (dalam Moleong, 2004:330) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori.
Triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton dalam Moleong, 2004: 330). Menurut Moleong (2004:330), triangulasi dengan penyidik adalah dengan jalan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk mengecek kembali kepercayaan data. Menurut Lincoln dan Guba (dalam Moleong, 2004:331) triangulasi teori adalah cek pemeriksaan keabsahan data dengan menganggap bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi penyidik dan triangulasi sumber.

G. Tahap-tahap Penelitian

Tahap-tahap yang dilakspeserta didikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.       Tahap pra lapangan
Kegiatan yang dilakukan peneliti dalam tahap pra lapangan adalah sebagai berikut.
a.       Menyusun rancangan pembelajaran
Peneliti menyusun rencana pembelajaran pada pokok bahasan program linear dengan menggunakan analisis grafis, dan analisis simplex. Komponen rencana pembelajaran yang disusun meliputi kompetensi dasar, indikator keberhasilan, materi, metode, masalah, konteks pedagogis, respon yang diharapkan, sumber dan skenario pembelajaran.
b.           Menyiapkan perlengkapan penelitian
Perlengkapan yang perlu disiapkan sebelum penelitian adalah kamera yang digunakan untuk mengambil gambar pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung serta buku materi, format pengamatan baik format pengamatan aktivitas yang dilakukan peneliti selama kegiatan pembelajaran maupun format pengamatan aktivitas yang dilakukan mahasiswa selama kegiatan pembelajaran, lembar kegiatan mahasiswa, soal kuis yang diberikan pada akhir pertemuan, dan lembar jawaban.
2.      Tahap pekerjaan lapangan
Kegiatan pekerjaan lapangan dimulai dengan memberikan pengantar dan materi prasyarat program linear, kemudian mahasiswa diminta mencari permasalahan dalam bidang ekonomi disekitar mahasiswa dengan petunjuk kegiatan pencarian masalah, mahasiswa diminta memodelkan masalah ekonomi yang ditemukan pada bentuk pemodelan program linear, dan menyelesaikan permasalahan yang ditemukan dengan analisis grafis dan simplex.     
3.      Tahap pekerjaan pasca lapangan
Penliti mengumpulkan data yang diperoleh selam penelitian dan menganalisis kemudian menyusun laporan hasil penelitian

H. Teknik Analisis Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini ada 2 (dua) yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif berupa hasil pengamatan aktivitas peneliti dan mahasiswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Data kualitatif berupa catatan lapangan, wawancara, dan foto selama kegiatan pembelajaran. Dalam penelitian ini, analisa data dilakukan selama dan setelah pengumpulan data.
1.      Penghitungan data hasil pengamatan terhadap aktivitas yang memenuhi indikator pendidikan karakter bangsa
Cara menghitung data hasil pengamatan aktivitas mahasiswa yang membangun nilai pendidikan karakter bangsa selama kegiatan pembelajaran adalah dengan membagi skor yang diperoleh mahasiswa dengan skor maksimal, yang dirumuskan sebagai berikut.
100 %
Adapun kriteria yang digunakan untuk indikator penilaian pendidikan karakter bangsa selama kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.
81    x  100        sangat membangun karakter bangsa
62    x    81        membangun karakter bangsa
43    x    62        kurang membangun karakter bangsa
 25   x    43        tidak membangun karakter bangsa
Keterangan: x = skor aktivitas yang membangun karakter bangsa
2.        Penghitungan data hasil belajar mahasiswa  
Cara menghitung data nilai yang diperoleh mahasiswa dalam mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh peneliti selama kegiatan pembelajaran adalah dengan skor yang diperoleh mahasiswa dengan skor maksimal, yang dirumuskan sebagai berikut.
        
Adapun kriteria yang digunakan untuk menilai hasil belajar mahasiswa selama kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.
84  y  100          sangat baik
69  y    84          baik
54  y    69          cukup
49  y    54          kurang
 0   y    49          sangat kurang
Keterangan: y = skor hasil belajar mahasiswa
Prosedur yang ditempuh dalam analisis data yaitu (a) reduksi data, (b) paparan data, dan (c) penarikan kesimpulan. Masing-masing prosedur diuraikan sebagai berikut:
a.       Reduksi data
Reduksi data dapat diartikan sebagai proses pemilihan data yang relevan, penting, dan bermakna untuk menjelaskan apa yang menjadi sasaran analisis. Reduksi data digunakan untuk menyederhpeserta didikan data yang terkumpul selama penelitian, khususnya data yang terkumpul selama pembelajaran materi 1 dan materi 2. Dari hasil pengamatan aktivitas mahasiswa selama proses pembelajaran, hasil wawancara, dan data nilai mahasiswa akan dipilih yang sesuai untuk dijadikan sumber data untuk menjawab permasalahan yang menjadi fokus penelitian.
b.      Paparan data
Paparan data adalah kegiatan menyajikan data secara deskriptif tentang hasil temuan dari reduksi data sehingga memungkinkan penarikan kesimpulan. Paparan data yang disajikan dalam penelitian ini meliputi paparan data sebelum pelaksanaan pembelajaran dan paparan data selama kegiatan pembelajaran.

c.       Penarikan kesimpulan
Penarikan kesimpulan adalah proses pengambilan intisari dari paparan data yang telah diperoleh. Kesimpulan yang akan diberikan tentang seberapa jauh keberhasilan skenario pembelajaran yang telah direncpeserta didikan dan apakah sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dipilih.

 



V. DAFTAR PUSTAKA
—————-.1991. Revisiting Mathematics Educational. Dordrecht: Reidel Publising.

————–.1998. Pembelajaran Matematika Menurut Pandangan Konstrukstivis. Malang: PPs. IKIP Malang.

————–.2010. Bahan Pelatihan Metodologi Pengembangan Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kementrian pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum. 

Asikin, M. 2001. “Realistic Mathematics Education (RME): Prospek dan Alternatif Pembelajarannya”. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Matematika di UNNES Semarang. Tanggal: 27 Agustus 2001.

Fauzan, A. 2001. “Pengembangan dan Implementasi  Prototipe I  & II Perangkat Pembelajaran   Geometri   untuk   Siswa Kelas   IV   SD  Menggunakan Pendekatan RME”.  Makalah disajikan pada  Seminar Nasional Realistics Mathematic Education (RME) di UNESA Surabaya, 24 Pebruari 2001.

Freudental, H. 1973. Mathematics as an Educational Task. Dordrecht: Reidel Publising.

Gravemeijer, K. 1994. Developing Realistic Mathematics Education. Utrecht: Freudental Institute.



Hudoyo, H. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud.

Kemp, J.E. 1994. Proses Perancangan Pengajaran. Terjemahan oleh: Asril Marjohan. Bandung: ITB.

Moleong, L. J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nasendi, B. D. dan Anwar A. 1984. Program linear dan Variasinya. Jakarta: Gramedia
Nur, M dan Wikandari, P.R. 2000. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan Pendekatan Konstrukstivis dalam Pengajaran. Edisi ke-3. Surabaya: Pusat Studi Matematika dan IPA Sekolah. UNESA Surabaya.

Nur, M.,  Wikandari, P. dan Sugiarto, B. 1998. Teori Pembelajaran Kognitif. Surabaya: PPS. IKIP Surabaya.

Susanti. 2006. Penerapan Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Open-ended Topik Aritmetika Sosial Bagi Siswa Kelas VII SMP. Skripsi Tidak diterbitkan. Malang: FMIPA UM.