Kamis, 26 Juli 2012

JIWA ITU BERSIH DAN SUCI


Jiwa itu bersih, jiwa enggan pada raga yang kotor. Jiwa ingin membersihkan raga, sehingga kalau jiwa membersihan raga maka kelak pada saat akan meninggal, jiwa ridlo dan senang meninggalkan raga karena tugas membersihkan raga berhasil. Sebaliknya jika manusia mati dalam keadaan kafir, maka jiwa enggan meninggalkan raga karena tugas membersihkan raga belum berhasil, dan malaikat menyuruh jiwa keluar dari raga ajalnya sudah datang.

Senin, 23 Juli 2012

Optimalisasi Ramadlan Sebagai Syahru Tarbiyah (Bulan Pendidikan)


Optimalisasi Ramadlan Sebagai Syahru Tarbiyah
(Bulan Pendidikan)

Pendahuluan


A. Makna Tarbiyat
Hamzah menyebutkan definisi istilah tentang tarbiyyat Islamiyyah,

اَلْتَرْبِيَةُ اَلإِسْلاَمِيَّةُ هِيَ اِلْعِلْمُ الَّذِي يَهْدَفُ بِالإِنْسَانِ شَيْئًا فَشَيْئًا إِلىَ الْكَمَالِ الْمُتَمَثِّلِ فيِ عِبَادَةِ الْلّهِ عَزَّ وِ جَلَّ وِ إِعْدَادُهُ لِيَعِيْشَ حَيَاةً سَعِيْدَةً فيِ ظِلِّ مَا شَرَعَهُ اللّهُ تَعَالَى
Artinya:
Pendidikan Islam adalah ilmu yang membawa manusia sedikit demi sedikit kepada kesempurnaan yang terwujud dalam beribadah kepada Allâh ‘azza wa jalla dan menyiapkannya untuk hidup dengan bahagia dalam naungan syariat Allâh ta’alâ.3
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tarbiyyat itu adalah proses peningkatan, pengembangan, pemeliharaan, penjagaan, pengurusan, penyampaian ilmu, pemberian petunjuk, bimbingan, penyempurnaan, dan perasaan memiliki bagi mutarabbi, baik jasad, akal, jiwa, bakat, potensi, perasaan, secara berkelanjutan, bertahap, penuh kasih sayang, penuh perhatian, kelembutan hati, menyenangkan, bijak, mudah diterima, sehingga membentuk kesempurnaan fitrah manusia, kesenangan, kemuliaan, hidup mandiri untuk mencapai ridla Allâh swt.

B. Syahru Ramadlan
1. Makna Ramadlan
Kata ramadlan ditunjukkan Ibnu Manzhur dalam Lisan al-‘Arab berakar pada kata ramidla-yarmadlu-ramadlan artinya terik, sangat panas. Di dalam sebuah hadits, Rasûlullâh menggunakan kata ramadlan dengan arti panas terik, sebagaimana tersebut dalam hadits yang berkaitan dengan shalat dluha dan waktunya,

عَنْ زَيْدِ بْنِِ أَرْقَمَ قَالَ: خَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلّم عَلَى أَهْلِ قُبَاءَ وَهُمْ يُصَلُّوْنَ فَقَالَ: صَلاَةُ الأَوَّابِيْنَ إِذَا رَمِضَتِ الْفِصَالُ
Artinya:
Dari Zaid bin Arqam ia berkata: Rasûlullâh Saw. telah keluar pada Ahli Quba dan mereka sedang shalat, kemudian beliau berkata; Shalatnya orang-orang yang bertaubat ialah pada saat anak unta merasakan terik matahari1.
Menurut Ibnu Duraid dalam Ibnu Manzhur, orang Arab dahulu ketika merubah nama-nama bulan dari bahasa lama ke bahasa Arab, mereka memberi nama pada bulan-bulan itu menurut masa yang dilalui bulan tersebut. Maka kebetulan bulan Ramadlan masa itu melalui masa panas karena sangat terik matahari.

2. Kedudukan Bulan Ramadlan
Bulan Ramadlan adalah bulan diturunkan Alqurân, bulan yang senantiasa besar dan bulan diwajibkan padanya melakukan ibadah shaum.

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاس و بَيِّناتِ مِنَ الْهُدَى وَ الْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الْشَهْرَ فَلْيَصُمْهُ
Artinya:
Bulan Ramadlan, bulan yang di dalamnya diturunkan Alqurân sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan bathil). Karena itu, barang siapa di antara kamu menyaksikan bulan itu, maka hendaklah berpuasa pada bulan itu2.

Firman Allâh swt dalam ayat lain,


وَ رَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَآءُ وَ يَخْتَارُ.
Artinya:
Dan Tuhanmu menciptakan apa yang dikehendaki dan memilih apa yang dikehendaki3.

Bulan Ramadlan adalah bulan satu-satunya yang disebut namanya dalam Alqurân. Allâh memilih sesuatu yang dikehendaki dan Allâh memilih tempat yang dikehendaki. Ada tempat yang memperoleh keistimewaan karena dipilih untuk turunnya wahyu, untuk tempat menampung berbagai macam peringatan atau tempat beribadah. Allâh swt memilih Mekkah untuk tempat turunnya wahyu Alqurân, Allâh memilih Ka’bah untuk tempat kiblatnya orang-orang muslim. Maka Allâh memilih bulan Ramadlan dari bulan-bulan yang duabelas dan menjadikannya bulan yang utama dengan mencantumkan namanya di dalam Alqurân.
Memang bulan Ramadlan satu-satunya bulan yang disebutkan namanya dalam Alqurân. Allâh swt memilih Ramadlan untuk masa melimpahkan nikmat besar-Nya kepada para hamba-Nya, yaitu Alqurân, Kitab yang tidak ada bandingannya yang mempunyai daya hidup untuk sepanjang masa, selama layar bahtera dunia berkembang. Dan Alqurân adalah tali pengikat bagi seluruh ummat Islam di dunia ini. Agar Alqurân tetap diingat dan dimuliakan oleh ummat Islam, Allâh memfardlukan Shaum Ramadlan atas kita -ummat Islam- dan menjadikan shaum itu rukun asasi agama Islam. Shaum Ramadlan bersatu tujuannya dengan tujuan Alqurân dalam bidang mendidik akal dan jiwa dalam penyusunan tata hidup. Shaum merupakan suatu kesatuan yang mempersatukan seluruh ummat Islam dalam menghadapi waktu-waktu makan dan minum, juga waktu-waktu beribadah kepada Allâh swt.
Alqurân adalah nikmat yang tiada taranya yang Allâh limpahkan kepada kita di dalam bulan Shaum ini. Dan Shaum yang difardlukan di dalam bulan Ramadlan, merupakan manifestasi dari kesyukuran kita kepada Allâh swt terhadap hidayah-Nya yang dilimpahkan itu atau merupakan tata cara untuk mensyukuri nikmat Allâh yang besar ini. Fakhrudin al-Razi yang dikutip Hasbi al-Siddiqi menyebutkan, Allâh swt telah mengistimewakan bulan Ramadlan dengan menurunkan Alqurân4. Oleh karena Allâh swt menurunkan Alqurân, maka Allâh mengkhususkannya dengan satu ibadah yang sangat besar nilainya yaitu, Shaum. Shaum merupakan suatu senjata yang menyingkap tabir-tabir yang menghalangi manusia memandang Nur Ilahi Yang Maha Kudus.

3. Ruh Shaum Ramadlan
Dalam setiap ibadah yang disyariatkan Allâh, tidaklah hanya bentuk dan wujud dari amal ibadah itu sendiri secara zhahir, akan tetapi juga terdapat ruh, jiwa, atsar, didikan penting yang terkandung dalam ibadah itu untuk kemaslahatan hidup keseharian kita. Ibadah shalat misalnya, tidak hanya wujud dan gerakan-gerakan dalam shalat itu, tetapi tersimpan juga di dalamnya ruh shalat, misalnya; dapat mencegah dari pekerjaan fahsya dan munkar, menjadikan budi pekerti menjadi baik, tubuh, pakaian dan tempat menjadi bersih, juga dengan shalat itu kita dapat pertolongan untuk melaksanakan segala amalan dunia dan menyelesaikan segala keperluan hidup bermasyarakat.
Zakat juga terdapat ruh di dalamnya yaitu, memperbaiki urusan hidup (pergaulan-sosial) yakni, untuk menegakkan hidup yang bersifat tolong-menolong atau mengadakan masyarakat yang sosialistis, menjadikan tiap-tiap anggota masyarakat Islam itu bermanfaat berguna dan berfaidah kepada masyarakat dan pergaulan, mensucikan jiwa dari sifat kikir yang merupakan suatu penyakit yang membahayakan masyarakat, apabila penyakit kikir telah berakar pada suatu bangsa akan timbul berbagai kemungkaran dan kejahatan dalam masyarakat itu. Salah satu fungsi zakat itu untuk mencabut dendam dari orang-orang fakir dan orang-orang yang berhajat terhadap orang-orang kaya, tegasnya untuk mencabut benih-benih dengki dari orang fakir terhadap kaum agniya (hartawan).
Dalam ibadah haji pun tersirat ruh haji, membesarkan Baitullah yang telah dijadikan suatu syiar agama yang besar. Haji itu merupakan jalan kepada perikatan kemanusian yang umum dan jalan perkenalan manusia dari segala penjuru dunia, mewujudkan satu persatuan besar yang bernaung di bawah panji-panji tauhid. Semua mereka bercita-cita satu yaitu, menghadap kepada hadirat Allâh, segenap lidah membunyikan labbaika al-lahumma labbaik, di sanalah dihadapan Allâh mereka saling berjanji akan bekerja sama dan saling tolong-menolong. Haji itu semata-mata Kongres Dunia yang dikunjungi oleh bangsa-bangsa di dunia dan tempat memperlihatkan kemajuan-kemajuan dunia, ia merupakan ma’radh 'am (pameran umum -dunia-).
Demikian pula halnya dengan shaum Ramadlan, terdapat ruh, jiwa, atsar, didikan yang tersirat di dalamnya untuk kebaikan hidup dalam keseharian kita. Ruh-ruh itu telah disinggung Allâh swt dalam beberapa ayat Alqurân juga dalam hadits-hadits Nabi. Ayat yang berkaitan dengan shaum Ramadlan dalam Alqurân, jika ditelaah berbeda dengan ayat lain. Kalau ayat yang menjelaskan tentang shalat misalnya, itu terletak dalam beberapa surat yang berbeda dan ayat yang tidak berurutan, terdapat dalam surat al-Baqarah 3, 43, 45, 83, al-Nisa 43, 77, 101 dan lain sebagainya. Demikian juga ayat yang menjelaskan tentang zakat, terdapat dalam surat al-Baqarah 43, 83, 110, al-Nisa 77, 162 dan lainnya.
Sementara ayat yang menjelaskan dan berkaitan dengan shaum Ramadlan, hanya terdapat dalam satu surat yaitu, al-Baqarah dalam satu ruku yang terdiri dari enam ayat secara berurutan yaitu, mulai dari ayat 183 sampai 188 surat al-Baqarah. Dan pada setiap akhir dari ayat-ayat tersebut disebutkan Ruhnya oleh Allâh swt. Secara garis besar, isi dari ayat-ayat tersebut antara lain sebagai berikut;
Dalam al-Baqarah 183 berisikan tentang ketetapan wajib shaum, yang shaum tersebut telah diwajibkan pula pada orang-orang terdahulu. Al-Baqarah 184 tentang hari-hari yang ditentukan untuk shaum, kewajiban bagi yang sakit, safar dan yang berat menjalankannya. Al-Baqarah 185 tentang bulan Ramadlan sebagai bulan turunnya Alqurân, tujuan fidyah dan qadla sebagai keringanan dan untuk menyempurnakan bilangan. Al-Baqarah 186 dijelaskan al-Maraghi antara lain, tentang dorongan bagi hamba untuk berdo’a, dan cara berdo’a dengan suara yang tidak keras, karena Allâh itu dekat dan maha mendengar1.
Ayat 186 ini seolah-olah tidak ada hubungannya dengan ayat-ayat yang terdahulu, namun apabila diperhatikan secara mendalam bahwa ayat ini tidak jauh dari suasana shaum. Allâh menerima sesuatu amal yang dikerjakan oleh orang yang taqwa kepada-Nya. Maka bila shaum telah menghasilkan taqwa berarti ia telah mencapai tujuannya. Tujuan taqwa ialah mencapai keridlaan Allâh. Di dalam keridlaan Allâh kita memperoleh taufiq, memperoleh kasih sayang-Nya dan Dia memperkenankan do’a kita.
Maka pengertian yang kita ungkapkan dari ayat ini ialah Allâh senantiasa berdekatan dengan hamba-hambanya yang shaleh, memperkenankan do’a mereka, memberi petunjuk kepada mereka, dan memberi bantuan rohani kepada mereka. Ayat ini mengisyaratkan supaya kita mempergunakan bulan Ramadlan untuk berdo’a kepada Allâh.
Al-Baqarah 187 dijelaskan Jalaludin al-Suyuthi yang berisikan antara lain, perubahan shaum bagi umat Muhammad yaitu, bolehnya bercampur suami istri di malam hari bulan shaum dan mulai shaum dari awal fajar sampai datang malam2. Dan dalam al-Baqarah 188 tentang apa yang mesti kita makan yaitu, jangan makan dari harta yang diperoleh dengan cara yang bathil. Secara zhahir ayat ini juga tidak langsung menyebutkan tentang shaum, akan tetapi menurut al-Shabuni terdapat munasabah (kaitan) dengan ayat sebelumnya yaitu, pada ayat terdahulu Allâh menjelaskan hukum-hukum shaum dan kebolehan bagi orang mukmin untuk menikmati kesenangan; makan, minum, dan bercampur di malam Ramadlan. Maka pada ayat ini dijelaskan pula tentang makanan, yaitu, larangan memakan harta dengan cara yang tidak hak, karena orang muslim tidak layak untuk bersenang-senang dengan memakan harta yang haram baik pada bulan Ramadlan juga pada bulan yang lain3.
Dalam setiap akhir dari ayat-ayat yang menjelaskan dan berkaitan dengan shaum Ramadlan di atas, Allâh menjelaskan tujuan yang ingin dicapai. Tujuan-tujuan tersebut adalah,
1.      La’allakum tattaqûn (supaya kamu bertaqwa) dalam al-Baqarah 183. Untuk ini dijelaskan Mahmud Hijazi antara lain, untuk menyiapkan (manusia) bertaqwa dengan beribadah kepada Allâh swt baik dalam keadaan tersembunyi atau terang-terangan4.
2.       In kuntum ta’lamûn (jika kamu mengetahui) dalam al-Baqarah 184. Al-Shabuni menafsirkan, jika kamu mengetahui ganjaran dan fadlilah apa yang terkandung dalam shaum5.
3.      La’allakum tasykurûn (supaya kamu bersyukur), dalam al-Baqarah 185. Ibnu Katsir menjelaskannya, agar kamu menjadi dari antara orang-orang yang (pandai) bersyukur6.
4.       La’allahum yarsyudûn (supaya mereka selalu berada dalam kebenaran) dalam al-Baqarah 186. Ibnu al-Jauzi mengutip pendapat Abu al-Aliyah yang memaknai dengan kata, yahtadûn (agar mereka mendapatkan hidayah)7.
5.       La’allahum yattaqûn (supaya mereka bertaqwa) dalam al-Baqarah 187.
6.      Wa antum ta’lamûn (padahal kamu mengetahui), dalam al-Baqarah 188.

Dari keenam tujuan di atas jika dilihat terdapat tujuan yang sama, yaitu, pada al-Baqarah 183 dan 187 adalah ketaqwaan dan antara al-Baqarah 184 dan 188 yaitu, keilmuan. Dengan demikian jika disimpulkan, terdapat empat tujuan dalam ibadah shaum; al-Taqwa (tujuan untuk mencapai ketaqwaan), al-Ilmu (tujuan untuk memperoleh ilmu), al-Syukru (tujuan untuk meningkatkan rasa syukur), al-Rusyd tujuan untuk memperoleh petunjuk jalan kebenaran). Dari tujuan al-taqwa (La’allakum tattaqûn) tersirat adanya ruh, jiwa dan atsar shaum. Dengan kata lain, hendaknya kita bekerja, beramal dan terus berusaha meningkatkan kualitas dan kuantitas kerja dan amal dalam kehidupan sehari-hari. Kerja dan amal yang disertai rasa takut akan Allâh, bukan takut karena manusia serta yang lainnya. Pada tujuan al-ilmu (In kuntum ta’lamûn) terkandung ruh, hendaklah dalam keseharian hidup, terus belajar meningkatkan ilmu pengetahuan, dengan ilmu segala sesuatu itu dapat tercapai. Pada al-Syukru (La’allakum tasykurûn) tersimpan ruh, hendaknya kita pandai mensyukuri nikmat, selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan Allâh; syukur dengan hati (syukrun bi al-Qalbi), dengan lisan (syukrun bi al-lisan), dengan anggota badan (syukrun bi al-Jawarih). Dan pada tujuan al-Rusydu (La’allahum yarsyudûn) tersirat ruh padanya, dalam hidup hendaknya selalu berusaha berada dalam kebenaran, ada pada petunjuk yang diridlai Allâh, senantiasa berusaha menempatkan diri dalam jalan benar bukan jalan yang berseberangan dengan haq.

C. Tarbiyah dalam Ramadlan
Seperti telah disebutkan di atas, ruh dan tujuan shaum Ramadlan ialah, meningkatkan ketaqwaan, meningkatkan keilmuan, meningkatkan rasa syukur dan upaya meningkatkan diri selalu berada dalam jalan yang benar. Ini berarti bulan Ramadlan itu Bulan Tarbiyat. Dan tarbiyyat dalam Ramadlan, meliputi antara lain, tarbiyat al-Taqwa, tarbiyat al-Ilmi, tarbiyat al-Syukri dan tarbiyat al-Rusydi.

1.      Tarbiyat Al-Taqwa
Bulan Ramadlan mendidik kita untuk meningkatkan ketaqwaan dengan beribadah; melaksanakan perintah Allâh dan menjauhi larangan-Nya, menyempurnakan amal serta berupaya untuk diterimanya amal. Ali bin Abi Thalib ra dalam Hasbi Al-Shiddiqi pernah berkata,

كُوْنُوا لِقُبُوْلِ الْعَمَلِِ أَشّدَّ اهْتِمَامًا مِنْكُمْ بِالْعَمَلِ. أَلَمْ تَسْمَعُوْا قَوْلَ اللّهِ عَزَّ وَ جّلَّ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ
Artinya:
Hendaklah kamu (berupaya) untuk diterima amal ibadah lebih diperhatikan dari beramal sendiri. Apakah kamu tidak mendengar firman Allâh, hanyalah Allâh menerima amal ibadah dari orang yang taqwa kepada-Nya saja1.
Tarbiyyat dalam Ramadlan untuk meningkatkan beribadah, terwujud dalam berbagai hal, antara lain, Ibadah Shalat, Ramadlan mendorong untuk tidak malas melakukan shalat. Sabda Nabi Saw.

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِِيْمَانًا وَ احْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Arrtinya:
Barang siapa mengerjakan shalat Qiyam Ramadlan karena iman kepada Allâh dan karena mengharap pahala, ampunan serta keridlaan-Nya, niscaya ia diampuni dosa yang telah lalu2.
Dalam shadaqah, Ramadlan mendidik untuk menjadi orang yang bermurah tangan, tidak menjadi manusia yang kikir atau bakhil. Murah tangan itu sendiri telah dicontohkan bagi hambanya oleh Rasûlullâh saw. Hal ini seperti dijelaskan hadits Nabi Saw.

كَانَ النَّبِيُّ ص أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُوْنُ فيِ رَمَضَانَ
Artinya:
Adalah Nabi Saw. orang yang paling murah tangan, dan beliau paling bermurah tangan di bulan Ramadlan3.

Dalam hadits yang diriwayatkan Ahmad dari Zaid Ibnu Khalid, Rasûlullâh bersabda,

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْءٌ
Artinya:
Barangsiapa memberi makan berbuka kepada seseorang yang berpuasa, niscaya dia memperoleh pahala seperti yang diperoleh oleh orang yang berpuasa dengan tidak kurang sedikitpun4.

Bulan Ramadlan dengan Ibadah shaum di dalamnya, dijelaskan al-Maraghi:
1)      Mendidik, membiasakan manusia takut akan Allâh swt baik dalam keadaan sembunyi atau tampak.
2)      Menjaga syahwat serta menempatkannya sesuai yang dikehendaki syara.
3)      Melatih untuk memiliki rasa iba dan kasih sayang.
4)      Adanya kesamaan derajat antara orang kaya dan fakir. pemimpin dan yang dipimpin.
5)      Mendidik manusia hidup beraturan5.

2.      Tarbiyyat Al-Ilmi
Bulan Ramadlan mendidik kita untuk terus belajar, meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Bimbingan untuk terus belajar telah diisyaratkan hadits Nabi Saw yang menjelaskan, pada setiap bulan Ramadlan Rasûlullâh Saw didatangi Jibril, beliau membaca Alqurân untuk didengar Jibril. Lalu Jibril membaca apa yang tadi dibaca Rasûlullâh untuk didengarkan olehnya. Dalam Istilah Pendidikan dinamakan Mudarasah atau Mu’aradlah.

وَ كَانَ جِبْرِيْلُ يَلْقَاهُ فيِ كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ
Artinya:
Dan Jibril menemuinya (Rasûlullâh) pada setiap malam bulan Ramadlan, lalu bertadarus Alqurân dengan beliau1.

Ditandaskan oleh Fatimah dalam suatu riwayat yang diriwayatkan al-Bukhari dan Muslim ujarnya,

إِنَّ جِبْرِيْلَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ كَانَ يُعَارِضُهُ الْقُرْآنَ كُلَّ عَامٍ مَرّةً وَ إِنَّهُ عَارَضَهُ فيِ عَامِ وَفَاتِهِ مَرَّتَيْنِ

Artinya:
Sesungguhnya Jibril (datang kepada Rasûlullâh) memperdengarkan bacaan Alqurân kepadanya setiap tahun satu kali. Dan sesungguhnya Jibril telah melaksanakan hal itu pada tahun wafat Nabi, dua kali.
Hadits di atas mengisyaratkan, bahwa bulan Ramadlan memotivasi untuk terus belajar, menggali, lebih memahami ilmu-ilmu, khususnya ilmu agama, dimana Alqurân dan al-Sunnah sebagai sumber utamanya. Dalam kaitan ini, pada keseharian di bulan Ramadlan, ternyata kajian ilmu agama ramai semarak dan hidup di mana-mana. Tiap malam mendapat siraman ilmu, tiap pagi dapat masukan ilmu, sore hari menjelang buka shaum, sesudah makan sahur dan menjelang pagi hari ilmu-ilmu agama terus dida’wahkan. Memang bulan Ramadlan adalah bulan tarbiyyat ilmi.

3. Tarbiyat Al-Syukri
Tarbiyyat al-Syukr adalah pendidikan untuk menumbuhkan, meningkatkan rasa syukur atas nikmat-nikmat yang diberikan Allâh swt atas hambanya. Dan pada bulan Ramadlan betapa banyak nikmat yang disediakan Allâh atas orang mu’min; nikmat di dunia dan nikmat kelak di akhirat. Ibnu Abi Dunya meriwayatkan sebuah hadits Nabi Saw,

لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فيِ هذَا الشَّهْرِ مِنَ الْخَيْرَاتِ لَتَمَنَّوا أَنْ يَكُوْنَ رَمَضَانَ السَّنَةَ كُلَّهَا
Artinya:
Sekiranya manusia mengetahui kebajikan-kebajikan yang terkandung dalam bulan Ramadlan, tentulah mereka mengharapkan supaya Ramadlan berlaku sepanjang tahun.
Kebahagiaan di dunia yang dinikmati orang mukmin, antara lain saat berbuka, kebahagiaan akhirat saat bertemu dengan Allâh. Muslim meriwayatkan sabda Nabi,

لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ : فَرْحَةٌ عِنْدَ إِفْطَارِهِ وَ فَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّه
Artinya:
Bagi orang yang shaum memperoleh dua kesenangan: Kesenangan dikala berbuka dan kesenangan dikala berhadapan dengan Tuhannya1.
Kesenangan saat berbuka shaum; Dapat merasakan nikmatnya rizki yang ada, nikmatnya makan dan minum bersama keluarga, di mana untuk nikmat makan pada bulan-bulan selain Ramadlan kadang harus pergi ke tempat yang jauh dengan biaya yang tidak murah. Nikmatnya berkumpul dengan seluruh keluarga minimal dua kali sehari saat buka dan sahur, ini pun kadang jarang bisa dilakukan pada bulan selain Ramadlan. Kesenangan dikala bertemu dengan Tuhannya; Karena Allâh telah menyiapkan pahala yang berlipat.
Ibnu Khuzaimah mencatat riwayat tentang khutbah Rasûlullâh Saw pada akhir Sya’ban, yang isinya antara lain menyebutkan, barang siapa mendekatkan diri kepada Allâh dengan suatu pekerjaan kebajikan di dalamnya, samalah dia dengan yang menunaikan suatu ibadah fardlu di bulan yang lain, dan barang siapa menunaikan ibadah fardlu di dalam bulan Ramadlan, samalah dia dengan yang menunaikan tujuhpuluh fardlu di bulan yang lain. Terhadap nikmat yang telah diberikan itu, Allâh memerintahkan hamba-Nya untuk bersyukur, dan Muhammad Rasûlullâh Saw telah memberikan contoh untuk itu, saat beliau mendapatkan satu kesenangan, beliau selalu bersyukur kepada Allâh,

فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّهُ حَلاَلاً طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَتَ اللّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ
Artinya:
Maka makanlah yang halal lagi baik dari rizki yang telah diberikan Allâh kepadamu, dan syukurilah nikmat Allâh, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah2.
Ramadlan bulan penuh nikmat, hamba ditarbiyyat untuk pandai bersyukur, Ramadlan menjadi soko guru untuk menumbuhkan, membangkitkan, meningkatkan dan membentuk ‘Abdan syakura yaitu hamba Allâh yang banyak bersyukur.

4. Tarbiyat Al-Rusydi
Dalam Alqurân ada lafazh al-Rusydu seperti pada al-Baqarah 256, dan ada lafazh al-Rasyadu seperti pada al-Kahfi 10. Menurut al-Raghib perbedaan di antara keduanya adalah kalau al-Rusydu petunjuk untuk (kebaikan) urusan dunia dan akhirat, sedangkan al-Rasyadu petunjuk hanya untuk urusan akhirat tidak bagi yang lainnya1. Tarbiyat al-Rusydi artinya bulan Ramadlan itu bulan yang membimbing, mengarahkan dan menunjukkan pada kita berada dalam jalan yang benar untuk memperoleh kebaikan dunia juga kebaikan akhirat. Petunjuk-petunjuk itu dapat dilihat antara lain; Bimbingan dan petunjuk untuk menahan emosi, tidak lekas marah, selalu bersabar. Sabda Nabi,

وَ هُورَمَضَانُ) شَهْرُ الصَبْرِ وَ الصَّبْرُ ثَوَابُهُ الْجَنَّه)
Artinya:
Dia itu (Ramadlan) adalah bulan shabar, sedangkan shabar itu pahalanya surga2.

إِنَّمَا الصَّوْمُ جُنَّةٌ فَاِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ صَائِمًا فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ اَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنىِّ صَائِمٌ
Artinya:
Hanya sanya shaum itu perisai: Maka apabila salah seorang dari kamu shaum, janganlah menuturkan perkataan yang keji, dan janganlah ia berlaku buruk. Jika seseorang hendak membunuhnya atau mencacinya, maka hendaklah ia mengatakan, saya sedang shaum3.
Kita dibimbing Ramadlan untuk menahan emosi, amarah, perkataan yang sia-sia dan tindakan yang tercela. Dalam menahan emosi, badan kita terasa panas karena tekanannya. Akan tetapi dalam suasana shaum Ramadlan semua gangguan emosi yang pada hari-hari biasa dapat berakibat pada gangguan jantung dan tekanan darah, tapi pada saat shaum Ramadlan ternyata membawa hikmah yang lebih dalam. Karena pada saat shaum Ramadlan, kita merasakan hubungan yang lebih dekat dengan Allâh, serta ketentraman yang kita peroleh dari niat ikhlas menjalankan shaum.

Bimbingan untuk makan teratur, tidak berlebihan, agar sehat. Sabda Nabi,

حَسْبَ ابْنَ آدَمَ لُقَيْمَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ وَ لاَبُدَّ فَثُلُثٌ لِلطَّعَامِ وَ ثٌلُثٌ لِلمَاءِ وَ ثُلُثٌ لِلتَّنَفُّسِ

Artinya:
Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap untuk menegukan tulang sulbinya, jika memang sangat perlu maka sepertiga untuk makanan, sepertiganya untuk air dan sepertiganya untuk napas4.

Dan Hasbi Al-Shiddiqi mengutip pepatah yang masyhur,
اَلْبَطْنُ أَصْلُ الدَّاءِ - وَالْحِمْيَةُ أَصْلُ الدَّوَاءِ
Artinya:
Perut itu pangkal penyakit dan pantang itu pangkal penawar5.

Dari keterangan di atas, Ramadlan lewat shaum di dalamnya membimbing untuk memenuhi makanan dalam shaum sekedar yang perlu saja, menyedikitkan makanan jangan terlalu kekenyangan. Hal ini untuk kesehatan fisik kerena penyakit-penyakit itu menurut pandangan ahli-ahli ilmu kesehatan mempunyai hubungan dengan makanan. Para Dokter lebih dahulu menasihati orang sakit dengan pantangan (Himyah) dan mengatur urusan makanannya, menerangkan sifatnya dan memelihara waktu-waktunya. Maidah (lambung) kita senantiasa payah dan letih dalam melaksanakan kewajibannya. Lantaran itu maidah mesti memperoleh kelapangan untuk melepaskan lelah dan letih untuk mengambil kembali kekuatannya yang telah hilang, bahkan diberikan kepada maidah itu dengan kekuatan iradah kita, waktu yang cukup buat maidah untuk mengembalikan ketangkasannya.
Di samping itu bimbingan Ramadlan lewat shaum di dalamnya memberikan petunjuk saat berbuka dan bersahur. Pada saat berbuka dianjurkan untuk disegerakan dan makan yang manis-manis, jika tidak ada hendaklah dengan beberapa teguk air. Hal ini untuk menjaga kesehatan sebab memakan yang manis seperti kurma saat maidah dalam keadaan kosong, lebih baik untuk diterima maidah, serta lebih banyak manfaatnya untuk menguatkan tubuh dan untuk penglihatan mata. Sedangkan air sangat berguna untuk membasahkan hati yang telah kering sepanjang hari. Dan pada saat sahur dianjurkan untuk diakhirkan sebagaimana Rasûlullâh saw bersahur di ketika hampir subuh, yaitu antara waktu selesai bersahur dengan shalat subuh sekitar membaca lima puluh ayat Alqurân saja.
Bimbingan Ramadlan untuk membiasakan kita bangun malam sebelum shalat subuh. Hal ini tersirat dari perintah makan sahur dan waktunya. Sabda Nabi,

تَسَحَّرُوْا فَإِنَّ فيِ السَّحُوْرِ بَرَكَةً
Artinya:
Bersahurlah kamu karena dalam makanan sahur itu ada barakah6.

Lewat makan sahur dan waktunya pada bulan Ramadlan tersirat adanya bimbingan Ramadlan untuk membiasakan bangun malam sebelum waktu shalat subuh. Selama satu bulan, tiga puluh atau dua puluh sembilan hari Ramadlan mendidik kita untuk belajar bangun malam. Hal ini tentu, diharapkan adanya atsar pada waktu-waktu yang lainnya seperti itu, sehingga bangun malam tidak terasa berat dan shalat subuh tepat waktu. Pada sahur itu ada barakah, barakah tersebut dapat dilihat dari sisi kesehatan, dimana shaum yang diawali dengan sahur tidak akan terasa berat, letih dan tidak merusak maidah bagi yang shaum. Juga barakah itu dapat dilihat dari sisi waktu yaitu, melatih diri untuk membiasakan bangun malam.
Dengan memperhatikan jenis-jenis tarbiyat di atas, berarti bulan Ramadlan telah menciptakan suasana pendidikan yang menyeluruh. Selama satu bulan menciptakan perasaan kebersihan, keheningan dan introspeksi, baik pada individu maupun masyarakat. Pembinaan perasaan seperti ini secara langsung mempengaruhi jalan pikiran dan emosi manusia dengan praktis, baik pengendalian fisik dengan adanya menahan makan dan minum menurut kadar waktunya tertentu, dapat memberikan dampak serta hasil yang sehat dan menyegarkan seluruh bagian tubuh. Dan juga terbina dengan tertib lantaran disana tercakup kedalamnya menjauhi semua nilai yang tidak baik. Ramadlan dengan demikian telah menjadi masa penataran mental dan fisik dalam kadar yang sama jangka waktunya bagi setiap orang, baik ia kaya, miskin, berpangkat, jelata, pandai maupun bodoh. Ramadlan juga mendekatkan semua perilaku manusia, karena semua menghadapkan penderitaan berpuasa hanya kepada Allâh dengan demikian bulan Ramadlan telah merupakan sebuah bulan pendidikan secara abstrak yang mendidik manusia secara utuh. Dikatakan utuh, karena telah mencakup pendidikan vertikal yaitu, pengabdian kepada Allâh dan pendidikan horizontal yaitu, pembinaan tali persaudaraan, baik secara individu maupun masyarakat.

Wallahu A'lam