I.
JUDUL
Penerapan
Pembelajaran Program Linear Berbasis Ekonomi Melalui Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) Sebagai
Upaya Membangun Karakter Bangsa.
II. PENDAHULUAN
A.
Latarbelakang
Pada
saat ini banyak permasalahan bangsa yang tidak kunjung terselesaikan, dari
masalah kerusuhan, terorisme, korupsi, dan kemiskinan. Sebenarnya apa yang
melatarbelakangi permasalahan tersebut? Apakah dari masalah ekonomi, Pendidikn,
politik atau kurang tegasnya hukum?. Jika dilihat dari kacamata ekonomi
kemungkinan masyarakat Indonesia masih jauh dari sejahtera untuk itu perlu kiranya
masyarakat Indonesia dibina untuk berwirausaha. Dari segi Pendidikan, Pendidikn
saat lebih menekan kan pada kecerdasan otak daripada pembentukan karakter pada peserta
didik, untuk itu Menurut Purihanto (2011: 6) perlu kiranya penanaman karakter
pada Pendidikn formal dari tingkat Pendidikn usia dini sampai Pendidikn tinggi
yang dintegrasikan kedalam setiap mata pelajaran atau mata kuliah,
Pendidikn
karakter dilatarbelakangi oleh keinginan mewujudkan konsensus nasional yang
berparadigma Pancasila dan UUD 1945. Konsensus tersebut selanjutnya diperjelas
melalui UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikn Nasional, yang berbunyi “ Pendidikn
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung
jawab”.
Membangun
karakter bangsa dapat direalisasikan dengan menerapkan pembelajaran melalui
pendekatan Realistic Mathematics
Education (RME). RME merupakan pendekatan yang memandang matematika sebagai
suatu aktivitas. Aktivitas tersebut meliputi
aktivitas pemecahan masalah, mencari masalah dan mengorganisasi pokok persoalan.
Dengan demikian belajar matematika
berarti bekerja dengan matematika dan pemecahan masalah dalam hidup sehari-hari merupakan bagian penting
dalam pembelajaran. Permasalahan sehari-hari dapat dipelajari dengan pendekatan
RME salah-satunya adalah permasalahan
optimasi pada perusahaan atau perdagangan dengan menggunakan program linear.
Dalam hal ini mahasiswa diminta untuk mengobserfasi suatu perusahaaan, lembaga,
atau pasar mertradisional yang mempunyai permasalahan optimasi dan memodelkan
permaslahan tersebut dengan menggunakan program linear.
Menurut (Nasendi & Affendi: 1985: 2) Program linear merupakan kelompok teknik analisis kuatutitatif yang tergabung dalam riset opersasi yang mengandalkan model matematika atau model simbolik sebagai wadahya. Artinya setiap persoalan yang kita hadapi dalam suatu sistem permasalahan tertentu dalam dunia nyata perlu dirumuskan dulu dalam simbol-simbol tertentu menjadi simbol-simbol matematika tertentu sehingga mendekati pemasalahan sebenarnya. Karena mendekati kenyataan, maka pengambilan keputusan diharapkan dapat mendekati kenyataan sebenarnya. Dengan demikian program linear diharapkan dapat membantu para pengambil keputusan untuk mengambil keputusan yang terbaik dari sekian banyak alternatif yang tersedia menyangkut alokasi sumber daya dan dana, dalam rangaka mencapai tujuan pembangunan dan dunia usaha, dan target yang terbaik sesuai dengan sasaran yang telah ditentukan.
Menurut (Nasendi & Affendi: 1985: 2) Program linear merupakan kelompok teknik analisis kuatutitatif yang tergabung dalam riset opersasi yang mengandalkan model matematika atau model simbolik sebagai wadahya. Artinya setiap persoalan yang kita hadapi dalam suatu sistem permasalahan tertentu dalam dunia nyata perlu dirumuskan dulu dalam simbol-simbol tertentu menjadi simbol-simbol matematika tertentu sehingga mendekati pemasalahan sebenarnya. Karena mendekati kenyataan, maka pengambilan keputusan diharapkan dapat mendekati kenyataan sebenarnya. Dengan demikian program linear diharapkan dapat membantu para pengambil keputusan untuk mengambil keputusan yang terbaik dari sekian banyak alternatif yang tersedia menyangkut alokasi sumber daya dan dana, dalam rangaka mencapai tujuan pembangunan dan dunia usaha, dan target yang terbaik sesuai dengan sasaran yang telah ditentukan.
B. Rumusan
Masalah
Apakah penerapan pembelajaran
program linear berbasis ekonomi melalui pendekatan Realistik Mathematics Education (RME) dapat membangun karakter
bangsa pada mahasiswa semester VII program studi Pendidikan Matematika Universitas Wisnuwardhana Malang?
C. Tujuan
Penelitian
Tujuan
penelitian ini adalah mendeskripsikan penerapan pembelajaran program linear
berbasis ekonomi melalui Pendekatan
Realistic Mathematics Education sebagai upaya membangun karakter bangsa mahasiswa semester VII program studi Pendidikan Matematika Universitas Wisnuwardhana Malang.
D.
Manfaat
Penelitian
1. Manfaat
penelitian bagi mahasiswa
Dengan
belajar program linear berbasis ekonomi
dalam kehidupan nyata, mahasiswa tumbuh rasa yang terkandung dalam nilai-nilai
pendidikan karakter bangsa, seperti peduli pada ekonomi sekitar, peduli
lingkungan, peduli sosial, kreatif, komunikatif, bekerja keras, dan lain
sebagainya.
2. Manfaat
bagi peneliti
Manfaat
penlitian bagi peneliti yaitu mengetahui sejauh mana penerapan pembelajaran
program linear berbasis ekonomi melalui pendekatan realistic mathematics
education dapat membangun nilai-nilai karakter bangsa.
E.
Batasan
Masalah
1. Analis
yang digunakan dalam program linear ini dibatasi pada analisis grafis dan
analisis simplex.
2. Nilai-nilai
Pendidikan karakter bangsa dalam penelitian ini yaitu relegius, jujur,
toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin
tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/
komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli social, peduli lingkungan, dan
tanggung jawab.
3. Subjek
penelitian ini yaitu mahasiswa semester VII
program studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Wisnuwardhana Malang yang berjumlah 19 orang, yang
terdiri dari 5 laki-laki, 14 perempuan yang berasal dari daerah yang beragam
seperti Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Bali, Jawa, dan Sumatera.
Dari segi agama mahasiswa juga beragam ada yang Muslim, Kristen Protestan,
Kristen Katolik dan Hindu.
III.
KAJIAN PUSTAKA
A.
Pendekatan
Realistic Mathematics Education
Pendekatan Realistic Mathematics Education merupakan
pendekatan yang dikembangkan oleh Freudenthal Institute di belanda, pendekatan
ini memandang matematika sebagai aktivitas artinya matematika adalah aktivatas mencari
masalah, memecahkan masalah, dan mengorganisasi pokok persoalan yang berkaitan
dengan kehidupan sehari-hari.
a.
Karakteristik
pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education
Menurut Soedjadi
(2001: 3) pembelajaran matematika realistik mempunyai beberapa karakteristik
sebagai berikut: 1) Menggunakan konteks, artinya dalam pembelajaran matematika
realistik lingkungan keseharian atau pengetahuan yang telah dimiliki peserta
didik dapat dijadikan sebagai bagian materi belajar yang kontekstual bagi peserta
didik, 2) Menggunakan model, artinya permasalahan atau ide dalam matematika
dapat dinyatakan dalam bentuk model, baik model dari situasi nyata maupun model
yang mengarah ke tingkat abstrak, 3) Menggunakan kontribusi peserta didik,
artinya pemecahan masalah atau penemuan konsep didasarkan pada sumbangan
gagasan peserta didik, 4) Interaktif, artinya aktivitas proses pembelajaran
dibangun oleh interaksi peserta didik dengan peserta didik, peserta didik
dengan Pendidik, peserta didik dengan lingkungan dan sebagainya. 5) Intertwin,
artinya topik-topik yang berbeda dapat diintegrasikan sehingga dapat
memunculkan pemahaman tentang suatu konsep secara serentak.
Jika dikaji secara mendalam
karakteristik pembelajaran matematika realistik tampak bahwa pendekatan ini
dikembangkan berlandaskan pada filsafat kontruktivisme. Paham ini berpandangan
bahwa pengetahuan dibangun sendiri oleh orang yang belajar secara aktif.
Penanaman suatu konsep tidak dapat dilakukan dengan mentransferkan konsep itu
dari satu orang ke orang lain. Tetapi seseorang yang sedang belajar semestinya
diberi keleluasaan dan dorongan untuk mengekspresikan pikirannya dalam
mengkonstruk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri. Aktivitas ini dapat terjadi
dengan cara memberikan permasalahan kepada peserta didik. Permasalahan tersebut
adalah permasalahan yang telah diakrabi peserta didik dalam kehidupannya.
Sebagai akibat dari peningkatan aktivitas peserta didik dalam pembelajaran
matematika realistik adalah berkurangnya dominasi Pendidik. Dalam pendekatan
ini Pendidik lebih berfungsi sebagai fasilitator.
b.
Langkah-langkah pembelajaran dengan
pendekatan Realistic Mathematic Education:
a)
Memahami masalah kontekstual
Pada langkah
ini Pendidik menyajikan masalah kontekstual kepada peserta didik. Selanjutnya Pendidik
meminta peserta didik untuk memahami masalah itu terlebih dahulu. Karakteristik
pembelajaran matematika realistik yang muncul pada langkah ini adalah
menggunakan konteks. Penggunaan konteks terlihat pada penyajian masalah
kontekstual sebagai titik tolak aktivitas pembelajaran peserta didik.
b)
Menjelaskan
masalah kontekstual.
Langkah ini
ditempuh saat peserta didik mengalami kesulitan memahami masalah kontekstual.
Pada langkah ini Pendidik memberikan bantuan dengan memberi petunjuk atau
pertanyaan seperlunya yang dapat mengarahkan peserta didik untuk memahami
masalah. Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang muncul pada
langkah ini adalah interaktif, yaitu terjadinya interaksi antara Pendidik
dengan peserta didik maupun antara peserta didik dengan peserta didik.
c)
Menyelesaikan
masalah kontekstual
Pada tahap
ini peserta didik didorong menyelesaikan masalah kontekstual secara individual
berdasar kemampuannya dengan memanfaatkan petunjuk-petunjuk yang telah
disediakan. Peserta didik mempunyai kebebasan menggunakan caranya sendiri.
Dalam proses memecahkan masalah, sesungguhnya peserta didik dipancing atau
diarahkan untuk berfikir menemukan atau mengkonstruksi pengetahuan untuk
dirinya. Pada tahap ini , dua prinsip pembelajaran matematika realistik yang
dapat dimunculkan adalah guided reinvention and progressive
mathematizing dan self-developed models. Sedangkan karakteristik yang dapat
dimunculkan adalah penggunaan model. Dalam menyelesaikan masalah peserta didik
mempunyai kebebasan membangun model atas masalah tersebut.
d)
Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Pada tahap ini Pendidik mula-mula meminta peserta didik untuk
membandingkan dan mendiskusikan jawaban dengan pasangannya. Diskusi ini adalah
wahana bagi sepasang peserta didik mendiskusikan jawaban masing-masing. Dari
diskusi ini diharapkan muncul jawaban yang dapat disepakati oleh kedua peserta
didik. Selanjutnya Pendidik meminta peserta didik untuk membandingkan dan
mendiskusikan jawaban yang dimilikinya dalam diskusi kelas. Pada tahap ini Pendidik
menunjuk atau memberikan kesempatan kepada pasangan peserta didik untuk
mengemukakan jawaban yang dimilikinya ke muka kelas dan mendorong peserta didik
yang lain untuk mencermati dan menanggapi jawaban yang muncul di muka kelas.
Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang muncul pada
tahap ini adalah interaktif dan menggunakan kontribusi peserta didik. Interaksi
dapat terjadi antara peserta didik dengan peserta didik juga antara Pendidik
dengan peserta didik. Dalam diskusi ini kontribusi peserta didik berguna dalam
pemecahan masalah.
e)
Menyimpulkan
Dari hasil diskusi kelas Pendidik mengarahkan peserta didik
untuk menarik kesimpulan mengenai pemecahan masalah, konsep, prosedur atau
prinsip yang telah dibangun bersama. Pada tahap ini karakteristik pembelajaran
matematika realistik yang muncul adalah interaktif serta menggunakan kontribusi
peserta didik.
c.
Teori Belajar yang Relevan dengan Realistic Mathematic Education
Pembelajaran matematika
realistik dikembangkan dengan mengacu dan dijiwai oleh filsafat konstruktivis.
Sedangkan menurut Soedjadi (1999: 156) kontruktivisme di bidang belajar dapat
dipandang sebagai salah satu pendekatan yang dikembangkan sejalan dengan teori
psikologi kognitif. Inti dari konstruktivisme dalam bidang belajar adalah
peranan besar yang dimiliki mahasiswa dalam mengkonstruksi
pengetahuan yang bermakna bagi dirinya. Sedangkan tenaga pendidikamemposisikan
diri lebih sebagai fasilitator belajar. Beberapa teori belajar kognitif yang
dipandang relevan dengan pendekatan pembelajaran matematika realistik adalah
teori Piaget, teori Vygotsky, teori Ausubel dan teori Bruner.
1. Teori Piaget
Piaget (dalam Ibrahim, 1999:16) berpandangan bahwa, peserta didik-peserta didik memiliki potensi untuk mengembangkan intelektualnya. Pengembangan intelektual mereka bertolak dari rasa ingin tahu dan memahami dunia di sekitarnya. Pemahaman dan penghayatan tentang dunia sekitarnya akan mendorong pikiran mereka untuk membangun tampilan tentang dunia tersebut dalam otaknya. Tampilan yang merupakan struktur mental itu disebut skema atau skemata (jamak). Suparno (1997: 30) menggambarkan skema sebagai suatu jaringan konsep atau kategori. Dengan menggunakan skemanya, seseorang dapat memproses dan mengidentifikasi suatu rangsangan yang diterimanya sehingga ia dapat menempatkannya pada kategori/ konsep yang sesuai.
Piaget menyatakan bahwa prinsip dasar dari pengembangan pengetahuan seseorang adalah berlangsungnya adaptasi pikiran seseorang ke dalam realitas di sekitarnya. Proses adaptasi ini tidak terlepas dari keberadaan skema yang dimiliki orang tersebut serta melibatkan asimilasi, akomodasi dan equiliberation dalam pikirannya (Suparno,1997: 31). Asimilasi adalah proses kognitif yang dengannya seseorang dapat mengintegrasikan persepsi, konsep atau pengalaman baru ke dalam skema yang dimilikinya. Melalui asimilasi, skema seseorang berkembang namun tidak berubah. Dengan demikian perkembangan skema seseorang berarti terjadinya pengayaan persepsi dan pengetahuan seseorang atas dunia sekitarnya. Karena itu asimilasi dapat dipandang sebagai proses yang dilakukan individu untuk mengadaptasikan dan mengorganisasi diri ke dalam lingkungannya sehingga pengertianya berubah.
1. Teori Piaget
Piaget (dalam Ibrahim, 1999:16) berpandangan bahwa, peserta didik-peserta didik memiliki potensi untuk mengembangkan intelektualnya. Pengembangan intelektual mereka bertolak dari rasa ingin tahu dan memahami dunia di sekitarnya. Pemahaman dan penghayatan tentang dunia sekitarnya akan mendorong pikiran mereka untuk membangun tampilan tentang dunia tersebut dalam otaknya. Tampilan yang merupakan struktur mental itu disebut skema atau skemata (jamak). Suparno (1997: 30) menggambarkan skema sebagai suatu jaringan konsep atau kategori. Dengan menggunakan skemanya, seseorang dapat memproses dan mengidentifikasi suatu rangsangan yang diterimanya sehingga ia dapat menempatkannya pada kategori/ konsep yang sesuai.
Piaget menyatakan bahwa prinsip dasar dari pengembangan pengetahuan seseorang adalah berlangsungnya adaptasi pikiran seseorang ke dalam realitas di sekitarnya. Proses adaptasi ini tidak terlepas dari keberadaan skema yang dimiliki orang tersebut serta melibatkan asimilasi, akomodasi dan equiliberation dalam pikirannya (Suparno,1997: 31). Asimilasi adalah proses kognitif yang dengannya seseorang dapat mengintegrasikan persepsi, konsep atau pengalaman baru ke dalam skema yang dimilikinya. Melalui asimilasi, skema seseorang berkembang namun tidak berubah. Dengan demikian perkembangan skema seseorang berarti terjadinya pengayaan persepsi dan pengetahuan seseorang atas dunia sekitarnya. Karena itu asimilasi dapat dipandang sebagai proses yang dilakukan individu untuk mengadaptasikan dan mengorganisasi diri ke dalam lingkungannya sehingga pengertianya berubah.
Proses kognitif
asimilasi tidak selalu dapat dilakukan seseorang . Hal ini terjadi jika
rangsangan baru yang diterimanya tidak sesuai dengan skema yang dimilikinya.
Jika hal ini terjadi, maka akan dilakukan proses akomodasi. Melalui proses
akomodasi, pikiran seseorang akan membentuk skema baru yang cocok dengan
rangsangan tersebut atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok
dengan rangsangan tersebut (Suparno, 1997: 32).
Dalam mengembangkan
pengetahuannya, proses asimilasi dan akomodasi terus berlangsung dalam diri
seseorang. Keduanya terjadi tidak berdiri sendiri. Kedua proses ini berlangsung
dalam keseimbangan yang diatur secara mekanis. Proses pengaturan keseimbangan
ini disebut equilibrium (Suparno, 1997: 32). Namun dalam menerima suatu
pengalaman baru dapat terjadi suatu keadaan sedemikian hingga terjadi ketidakseimbangan
antara asimilasi dan akomodasi. Keadaan ini disebut sebagai dissequilibrium.
Ketidakseimbangan ini muncul pada saat terjadi ketidaksesuaian antara
pengalaman saat ini dengan pengalaman baru yang mengakibatkan akomodasi. Jika
terjadi ketidakseimbangan maka seseorang dipacu untuk mencari keseimbangan
antara asimilasi dan akomodasi. Menurut Dahar (1991: 182) seseorang yang mampu
memperoleh kembali keseimbangannya akan berada pada tingkat intelektual yang
tinggi dari sebelumnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Teori Piaget
memandang kenyataan atau pengetahuan bukan sebagai objek yang memang sudah jadi
dan ada untuk dimiliki manusia, namun ia harus diperoleh melalui kegiatan
konstruksi oleh manusia sendiri melalui proses pengadaptasian pikirannya ke
dalam realitas di sekitarnya..
Lebih lanjut Piaget
(dalam Atkinson, 1999: 96) menjelaskan bahwa dalam tahap-tahap perkembangan
intelektualnya seorang peserta didik sudah terlibat dalam proses berpikir dan
mempertimbangkan kehidupannya secara logis. Proses berpikir tersebut
berlangsung sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. Agar perkembangan
intelektual peseta didik berlangsung optimal maka mereka perlu dimotivasi dan
difasilitasi untuk membangun teori-teori yang menjelaskan tentang dunia sekitarnya
(Ibrahim, 1999: 19). Berkaitan dengan upaya ini Piaget (dalam Ibrahim, 1999:18)
berpendapat bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang melibatkan peserta
didik bereksperimen secara mandiri, dalam arti:
a. Mencoba segala
sesuatu untuk melihat apa yang terjadi.
b. Memanipulasi tanda dan simbol
c. Mengajukan pertanyaan
d. Menemukan jawaban sendiri
e. Mencococokan apa yang telah ia temukan pada suatu saat dengan
b. Memanipulasi tanda dan simbol
c. Mengajukan pertanyaan
d. Menemukan jawaban sendiri
e. Mencococokan apa yang telah ia temukan pada suatu saat dengan
apa yang ia temukan
pada saat yang lain
f. Membandingkan temuannya dengan temuan orang lain.
f. Membandingkan temuannya dengan temuan orang lain.
Pembelajaran
matematika realistik merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang sejalan
dengan pandangan Piaget di atas. Pembelajaran matematika realistik yang
dikembangkan dengan berlandaskan pada filsafat konstruktivis, memandang
pengetahuan dalam matematika bukanlah sebagai sesuatu yang sudah jadi dan siap
diberikan kepada mahasiswa, namun sebagai hasil
konstruksi mahasiswa yang sedang belajar.
Karena itu, dalam pembelajaran matematika realistik mahasiswa merupakan pusat
dari proses pembelajaran itu sendiri, sedangkan tenaga pendidikaberperan lebih
sebagai fasilitator. Implikasi dari pandangan ini adalah keharusan bagi tenaga
pendidikauntuk memfasilitasi dan mendorong mahasiswa untuk terlibat aktif dalam proses
pembelajaran. Siswa harus didorong untuk mengkonstruksi pengetahuan bagi
dirinya. Untuk keperluan tersebut maka mahasiswa perlu mendapat keleluasaan dalam
mengekspresikan jalan pikirannya dalam menyelesaikan masalah-masalah yang
dihadapinya.
Untuk mewujudkan
situasi dan kondisi belajar yang demikian maka dalam mengelola pembelajaran tenaga
pendidikaperlu memperhatikan beberapa pandangan Piaget. Diantaranya adalah tenaga
pendidikaperlu mendorong mahasiswa untuk berani mencoba
berbagai kemungkinan cara untuk memahami dan menyelesaikan masalah. Dalam ini
aktivitas mengkonstruksi pengetahuan oleh mahasiswa diwujudkan dengan
memberikan masalah kontekstual. Masalah kontekstual tersebut dirancang
sedemikian hingga memungkinkan siswa untuk membangun pengetahuannya secara
mandiri.
2. Teori Vygotsky
Matthews dan O’Loughlin (dalam Suparno, 1997: 41) berpendapat bahwa teori Piaget dikembangkan dengan penekanan yang lebih pada aspek personal. Teori ini dipandang terlalu subjektif dan kurang sosial, sehingga faktor masyarakat dan lingkungan kurang diperhatikan dalam proses pengembangan intelektual peserta didik.
2. Teori Vygotsky
Matthews dan O’Loughlin (dalam Suparno, 1997: 41) berpendapat bahwa teori Piaget dikembangkan dengan penekanan yang lebih pada aspek personal. Teori ini dipandang terlalu subjektif dan kurang sosial, sehingga faktor masyarakat dan lingkungan kurang diperhatikan dalam proses pengembangan intelektual peserta didik.
Berbeda dengan Piaget,
Vygotsky (dalam Ibrahim, 1999: 18) berpendapat bahwa proses pembentukan dan
pengembangan pengetahuan peserta didik tidak terlepas dari faktor interaksi
sosialnya. Melalui interaksi dengan teman dan lingkungannya, peserta didik
terbantu perkembangan intelektualnya. Pandangan Vygotsky tentang arti penting
interaksi sosial dalam perkembangan intelektual peserta didik tampak dari empat
ide kunci yang membangun teorinya.
a. Penekanan pada hakikat sosial
a. Penekanan pada hakikat sosial
Ide kunci pertama ini
menjelaskan pandangan Vygotsky tentang arti penting interaksi sosial dalam
proses belajar peserta didik. Vygotsky (dalam Nur, 1999: 3) mengemukakan bahwa peserta
didik belajar melalui interaksi dengan orang dewasa atau teman sebayanya. Dalam
proses belajar yang demikian, seorang peserta didik yang sedang belajar tidak
hanya menyampaikan pengertiannya atas suatu masalah kepada dirinya sendiri
namun ia juga dapat menyampaikannya pada orang lain di sekitarnya. Pembelajaran
kooperatif yang terjalin oleh intraksi sosial peserta belajar memberi manfaat
berupa hasil belajar yang terbuka untuk seluruh siswa dan proses berpikir siswa
lain terbuka untuk siswa yang lain.
b. Wilayah perkembangan terdekat (zone of proximal development).
b. Wilayah perkembangan terdekat (zone of proximal development).
Vygotsky menjelaskan
adanya dua tingkat perkembangan intelektual, yaitu tingkat perkembangan aktual
dan tingkat perkembangan potensial. Pada tingkat perkembangan aktual seseorang
sudah mampu untuk belajar atau memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan
yang ada pada dirinya pada saat itu. Sedangkan tingkat perkembangan potensial
adalah tingkat perkembangan intelektual yang dicapai seseorang dengan bantuan
orang lain yang lebih mampu. Tingkat perkembangan potensial terletak di atas tingkat
perkembangan aktual seseorang. Perubahan dari tingkat perkembangan aktual
menuju ke tingkat perkembangan potensial tidak terjadi secara langsung dan
otomatis. Perubahan itu berlangsung dengan melalui proses belajar yang terjadi
pada wilayah perkembangan terdekat.
Wilayah perkembangan
terdekat terletak sedikit di atas perkembangan aktual seseorang. Menurut Slavin
(1994: 49) seorang peserta didik yang bekerja dalam wilayah perkembangan
terdekat terlibat dalam tugas-tugas yang tidak mampu diselesaikannya sendiri.
Ia memerlukan kehadiran orang yang lebih mampu untuk membantunya. Dengan
mengerjakan serangkaian tugas belajar di wilayah perkembangan terdekat seorang peserta
didik diharapkan mencapai tingkat kecakapan tertentu pada waktu selanjutnya.
Dengan demikian proses belajar di wilayah perkembangan terdekat dapat dipandang
sebagai suatu proses transisi atau peralihan dari tingkat perkembangan aktual
ke tingkat perkembangan potensial.
c. Pemagangan kognitif (cognitive apprenticeship)
c. Pemagangan kognitif (cognitive apprenticeship)
Ide kunci ini adalah
gabungan dua ide kunci yang pertama, yaitu hakikat sosial dan perkembangan
daerah terdekat . Menurut Vygotsky, dalam proses pemagangan kognitif seorang peserta
didik secara bertahap mencapai kepakaran dalam interaksinya dengan seorang
pakar, orang dewasa atau teman sebayanya dengan pengetahuan yang lebih
(Nur,1999: 5). Implementasi dari ide ini adalah pembentukan kelompok belajar
kooperatif heterogen sehingga siswa yang lebih pandai dapat membantu siswa yang
kurang pandai dalam menyelesaikan tugasnya.
d. Perancahan (Scaffolding)
d. Perancahan (Scaffolding)
Scaffolding atau
perancahan (peserta didik tangga) adalah suatu prinsip yang mengacu kepada
bantuan yang diberikan oleh orang dewasa atau teman sebaya yang kompeten. Dalam
proses pembelajaran bantuan itu diberikan kepada siswa dalam bentuk sejumlah
besar dukungan pada tahap awal pembelajaran. Selanjutnya bantuan itu makin
berkurang dan pada akhirnya tidak ada sama sekali sehingga peserta didik
mengambil alih tanggung jawab secara penuh terhadap apa yang dikerjakan setelah
ia mampu melakukannya (Slavin, 1997: 48).
Ide kunci ini
menjelaskan pandangan Vygotsky tentang perlunya pemberian tugas-tugas komplek,
sulit dan realistik kepada siswa. Melalui pemecahan masalah dalam tugas yang
diterimanya, seorang siswa diharapkan dapat menemukan keterampilan-keterampilan
dasar yang berguna bagi dirinya. Dengan demikian pembelajaran yang terjadi
lebih menekankan pada model pengajaran top-down (Nur, 1999: 5). Pembelajaran
yang demikian berlawanan dengan model bottom-up
tradisional, dimana keterampilan-keterampilan dasar diberikan secara
bertahap untuk mewujudkan keterampilan yang lebih kompleks.
Implikasi yang muncul
atas pandangan Vygotsky dalam pendidikan peserta didik adalah perlu adanya
suatu dorongan kepada siswa untuk berinteraksi dengan orang di sekitarnya yang
punya pengetahuan lebih baik yang dapat memberikan bantuan dalam pengembangan
intelektualnya. Lebih luas daripada itu, para konstruktivis menekankan agar
para pendidik memperhatikan keberadaan situasi sekolah, masyarakat dan teman di
sekitar seseorang yang dapat mempengaruhi pengembangan intelektual seorang
siswa (Cobb dalam Suparno, 1997: 96).
Salah satu
karakteristik dalam pembelajaran matematika realistik adalah penemuan konsep
dan pemecahan masalah sebagai hasil sumbang gagasan para mahasiswa. Kontribusi
gagasan tersebut dapat diwujudkan melalui proses pembelajaran yang di dalamnya
terdapat interaksi antara mahasiswa dengan mahasiswa, antara peserta didik
dengan tenaga pendidika atau antara peserta didik dengan lingkungannya. Dengan
demikian, selain ada aktivitas mental yang bersifat personal, dalam
pembelajaran matematika realistik tenaga pendidik perlu mendorong munculnya
interaksi sosial antar anggota kelas dalam proses mengkonstruk pengetahuan.
Melalui interaksi sosial tersebut, perserta didik yang lebih mampu
berkesempatan menyampaikan pemahaman yang dimilikinya pada peserta didik lain
yang lebih lemah. Hal ini memungkinkan bagi peserta didik yang lebih lemah
tersebut memperoleh peningkatan dari perkembangan aktual ke perkembangan potensial
atas bantuan peserta didik yang lebih mampu. Sedangkan di sisi lain tenaga
pendidikamempunyai peran dalam membantu siswa yang mengalami kesulitan dengan
memberi arah, petunjuk, peringatan dan dorongan. Dengan demikian tampak bahwa
proses pembelajaran matematika realistik sejalan dengan teori Vygotsky yang
memberi tekanan pada pentingnya interaksi sosial dalam perkembangan intelektual
peserta didik.
Dalam hal ini,
interkasi sosial antar anggota kelas diwujudkan melalui tahap mendiskusikan dan
menegosiasikan penyelesaian masalah di tingkat kelompok maupun tingkat kelas.
Dalam diskusi kelompok maupun kelas tersebut tenaga pendidikaperlu mendorong
semangat saling berbagi dan menghargai pandangan pihak lain. Sedangkan
interaksi yang dapat dibangun oleh tenaga pendidikadengan para mahasiswa adalah
dengan memberikan bantuan seperlunya tanpa harus membatasi keleluasaan mahasiswa
mengekspresikan ide-idenya.
3. Teori Ausubel
3. Teori Ausubel
Ausubel, Noval dan
Hanesian menggolongkan belajar atas dua jenis yaitu belajar menghafal dan
belajar bermakna (Suparno, 1997: 53). Menurut Nur
(1999: 38) belajar menghafal mengacu pada penghafalan fakta-fakta atau
hubungan-hubungan, misal tabel perkalian dan lambang-lambang atom kimia.
Sedangkan menurut Ausubel belajar dikatakan bermakna jika informasi yang akan
dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitifnya sehingga peseta
didik tersebut mengkaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang
dimilikinya (Hudojo, 1988: 61).
Menurut Parreren melalui belajar bermakna struktur konsep yang dimiliki seseorang mengalami perkembangan. Selain itu konsep-konsep yang terhubung satu dengan yang lain secara bermakna melahirkan kaidah yang berguna dalam pemecahan masalah (Winkel, 1991: 57). Pandangan ini sejalan dengan pendapat yang menyebutkan bahwa pengetahuan yang dipelajari secara bermakna akan memungkinkan untuk diterapkan ke situasi yang lebih luas dalam kehidupan nyata (Nur, 1999: 34).
Menurut Parreren melalui belajar bermakna struktur konsep yang dimiliki seseorang mengalami perkembangan. Selain itu konsep-konsep yang terhubung satu dengan yang lain secara bermakna melahirkan kaidah yang berguna dalam pemecahan masalah (Winkel, 1991: 57). Pandangan ini sejalan dengan pendapat yang menyebutkan bahwa pengetahuan yang dipelajari secara bermakna akan memungkinkan untuk diterapkan ke situasi yang lebih luas dalam kehidupan nyata (Nur, 1999: 34).
Berlawanan dengan
penjelasan di atas, jika pengetahuan yang semestinya dapat diajarkan secara
bermakna tetapi diajarkan dengan menghafal akan menghasilkan pengetahuan inert.
Pengetahuan inert adalah pengetahuan yang sesungguhnya dapat diterapkan untuk
situasi yang lebih umum, tetapi pada kenyataannya hanya dapat diterapkan dalam
situasi khusus (Nur, 1999: 38). Siswa yang hanya menghafal suatu konsep tanpa
benar-benar mengerti isinya merupakan bentuk dari korban verbalisme (Winkel,
1991: 58).
Salah satu karakteristik
pembelajaran matematika realistik adalah penggunaan konteks. Penggunaan konteks
dalam pembelajaran matematika realistik berarti bahwa lingkungan keseharian
atau pengetahuan yang telah dimiliki
peserta didik dapat dijadikan sebagai bagian materi belajar bagi peserta didik.
Apa yang terjadi di sekitar peserta didik maupun pengetahuan yang dimiliki peserta
didik merupakan bahan yang berharga
untuk dijadikan sebagai permasalahan kontekstual yang menjadi titik tolak
aktivitas berfikir peserta didik. Permasalahan yang demikian lebih bermakna
bagi siswa karena masih berada dalam jangkauan pengetahuan yang telah dimiliki
siswa sebelumnya. Oleh sebab itu, untuk memecahkan masalah kontekstual seorang peserta
didik harus dapat mengkaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan
permasalahan tersebut. Dengan demikian seorang peserta didik akan berhasil
memecahkan masalah kontekstual jika ia mempunyai cukup pengetahuan yang terkait
dengan masalah tersebut. Selain itu peserta didik juga harus dapat menerapkan pengetahuan
yang telah dimilikinya untuk menyelesaikan masalah kontekstual tersebut. Dengan
demikian penyajian masalah kontekstual untuk peserta didik dalam pembelajaran
matematika realistik sejalan dengan teori belajar bermakna Ausubel.
4. Teori Bruner
4. Teori Bruner
Bruner (dalam Hudojo,
1988: 56) berpendapat bahwa belajar matematika adalah belajar tentang
konsep-konsep dan struktur-struktur serta mencari hubungan antara konsep-konsep
dan struktur-struktur tersebut. Menurut Bruner pemahaman atas suatu konsep
beserta strukturnya menjadikan materi itu lebih mudah diingat dan dapat dipahami lebih komprehensif.
B.
Pendidikan
Karakter Bangsa
Motivator sekaligus pimpinan
dari Pelatihan Emotional Spiritual Quotient (ESQ) Leadership, Ary Ginanjar Agustian
mengajak pemerintah dan seluruh
civitas akademika untuk mengedepankan pendidikan karakter di tingkat perguruan
tinggi jika tidak ingin moral bangsa ini lenyap dalam 20 tahun ke depan (ANTARA News). Oleh sebab itu nilai-niai pendidikan
karakter perlu ditanamkan kepada mahasiswa sehingga setelah lulus kuliah
mahasiswa menjadi manusia yang mandiri, kreatif, cinta tanah air
a) Pengertian pendidikan karakter bangsa
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak,
atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai
kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai
landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan
terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak,
dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang
lain menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa. Oleh karena itu,
pengembangan karakter bangsa hanya dapat dilakukan melalui pengembangan karakter
individu seseorang. Akan tetapi, karena manusia hidup dalam ligkungan sosial
dan budaya tertentu, maka pengembangan karakter individu seseorang hanya dapat
dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang berangkutan. Artinya,
pengembangan budaya dan karakter bangsa hanya dapat dilakukan dalam suatu
proses pendidikan yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan
sosial,budaya masyarakat, dan budaya bangsa. Lingkungan sosial dan budaya
bangsa adalah Pancasila. Jadi pendidikan
karakter bangsa haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain,
mendidik budaya dan karakter bangsa adalah mengembangkan nilai-nilai Pancasila
pada diri peserta didik melalui pendidikan hati, otak, dan fisik.
Pendidikan adalah proses pewarisan budaya dan karakter
bangsa bagi generasi muda dan juga proses pengembangan budaya dan karakter
bangsa untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa
mendatang. Dalam proses pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif
peserta didik mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi,
dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di
masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta
mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.
Berdasarkan uraian tentang karakter bangsa dan pendidikan maka Pendidikan karakter bangsa diartikan sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki
nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut
dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang
religius, nasionalis, produktif dan kreatif .
b.
Nilai-nilai pendidikan karakter bangsa
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendikan karakter bangsa
diidentifikasi berdasarkan sumber agama, pancasila, budaya, dan tujuan
pendidikan nasional. Dari empat sumber tersebut t\ridentifikasi nilai
pendidikan karakter bangsa sebagai berikut,
Tabel 3.1: Indikator nilai pendidikan karakter
bangsa
NO
|
NILAI
|
DESKRIPSI
|
|
1.
|
Religius
|
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran
agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta
hidup rukun dengan pemeluk agama lain
|
|
2.
|
Jujur
|
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
sebgai orang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan
|
|
3.
|
Toleransi
|
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,
suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari
dirinya.
|
|
4
|
Disiplin
|
Tindakan yang menunjukkan perilaku
tertib dan patih pada berbagai ketentuan dan peraturan
|
|
5
|
Kerja keras
|
Perilaku yang menunjukkan upaya
sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dan
sebaik-baiknya
|
|
6
|
Kreatif
|
Berpikir dan melakukan sesuatu
yang menghasilkan cara atau hasil baru berdasarkan sesuatu yang telah
dimiliki.
|
|
7
|
Mandiri
|
Sikap dan perilaku yang tidak
mudah bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas
|
|
8
|
Demokratis
|
Cara berpikir, bersikap dan
bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain
|
|
9
|
Rasa Ingin Tahu
|
Sikap dan tindakan yang selalu
berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dipelajari, dilihat dan didengar
|
|
10
|
Semangat Kebangsaan
|
cara berpikir, bertindak dan
berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara diatas kepenti-ngan
diri dan kelompoknya.
|
|
11
|
Cinta Tanah Air
|
Cara berpikir, bersikap, dan berbuat
yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap
bahasa, lingkungan, fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsa
|
|
12
|
Menghargai Prestasi
|
Sikap dan tindakan yang mendorong
dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui,
dan menghormati keberhasilan orang lain
|
|
13
|
Bersahabat/Komunikatif
|
Tindakan yang memperlihat-kan rasa
senang berbicara, bergaul, dan bekerjasama dengan orang lain
|
|
14
|
Cinta Damai
|
Sikap, perkataan, dan tindakan
yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya
|
|
15
|
Gemar Membaca
|
Kebiasaan menyediakan waktu untuk
membaca berbagai bacaan yang memberikan kewajiban bagi dirinya
|
|
16
|
Peduli Sosial
|
Sikap dan tindakan yang ingin
selalu memberi bantuan kepada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan
|
|
17
|
Peduli lingkungan
|
Sikap dan tindakan yang selalu
berupayah mencegah kerusakan lingkungan alam disekitarnya dan mengem-bangkan
upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi
|
|
18
|
Tanggung Jawab
|
Sikap dan perilaku seseorang untuk
melakspeserta didikan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan,
terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya),
Negara dan Tuhan Yang Maha Esa
|
sumber:
badan penelitian dan pengembangan kementrian pendidikan nasional (2010: 9)
Berdasarkan
indikator nilai-nilai pendidikan karakter bangsa, format penilaian karakter
bangsa sebagai berikut:
Tabel 3.2: FORMAT
PENILAIAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA
MATA KULIAH :
PROGRAM LINEAR SEMESTER:
VII
MATA KULIAH :
ANALIS GRAFIS & SIMPLEX WAKTU : 4 X
90 MENIT
No
|
Nama Mahasiswa
|
Penilaian Pendidikan Karakter Bangsa
|
Jumlah skor
|
Rata – rata
|
|||||||||||||||||
Religius
|
Jujur
|
toleransi
|
disiplin
|
Kerja keras
|
kreatif
|
Mandiri
|
demokratis
|
Rasa ingin tahu
|
Semangat kebangsaan
|
Cinta tanah air
|
Menghargai prestasi
|
Bersahabat
|
Cinta damai
|
Gemar membaca
|
Peduli sosial
|
pedulilingkungan
|
Tanggungjawab
|
||||
C.
Pembelajaran
program linear berbasis ekonomi dengan pendekatan Realistic Mathematics
Education
Pemrograman Linier merupakan metode matematik dalam mengalokasikan sumber daya
yang terbatas untuk mencapai suatu tujuan seperti memaksimumkan keuntungan dan
meminimumkan biaya. Proram linear banyak diterapkan dalam
masalah ekonomi, industri, militer, social dan lain-lain. Program linear berkaitan dengan penjelasan suatu kasus dalam
dunia nyata sebagai suatu model matematik yang terdiri dari sebuah fungsi
tujuan linier dengan beberapa kendala linier.
Metode analis dalam progaram linear ada dua yaitu, metode
analisis grafis dan metode analisis secara aljabar, dalam hal ini dengan
memakai algoritma simplex. Adapun langkah-langkah dari analisis ini akan
dijelaskan sebagai berikut:
1.
Langkah-langkah analisis
dengan grafis
Metode grafik hanya
bisa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dimana hanya terdapat dua
variabel keputusan. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, langkah pertama
yang harus dilakukan adalah memformulasikan permasalahan yang ada ke dalam
bentuk program linear. Langkah-langkah dalam formulasi permasalahan adalah :
1) pahamilah secara
menyeluruh permasalahan manajerial yang dihadapi
2) identifikasikan
tujuan dan kendalanya
3) definisikan
variabel keputusannya
4)
gunakan variabel
keputusan untuk merumuskan fungsi tujuan dan fungsi
kendala secara
matematis.
Sebagai contoh dalam memformulasikan permasalahan, berikut ini
akan dibahas perusahaan Krisna Furniture yang
akan membuat meja dan kursi.
Keuntungan yang diperoleh dari satu unit meja adalah $7,-
sedang keuntungan yang diperoleh dari satu unit kursi adalah $5,-.
Namun untuk meraih keuntungan tersebut Krisna Furniture menghadapi
kendala keterbatasan jam kerja. Untuk pembuatan 1 unit meja dia memerlukan 4
jam kerja. Untuk pembuatan 1 unit kursi
dia membutuhkan 3 jam kerja. Untuk pengecatan 1 unit meja dibutuhkan 2
jam kerja, dan untuk pengecatan 1
unit kursi dibutuhkan 1 jam kerja.
Jumlah jam kerja yang
tersedia untuk pembuatan meja dan kursi adalah
240 jam per minggu sedang jumlah jam kerja untuk pengecatan adalah 100
jam per minggu. Berapa jumlah meja dan
kursi yang sebaiknya diproduksi agar keuntungan perusahaan maksimum?
Dari kasus di atas
dapat diketahui bahwa tujuan perusahaan
adalah memaksimumkan profit. Sedangkan kendala perusahaan tersebut adalah
terbatasnya waktu yang tersedia untuk pembuatan dan pengecatan. Apabila
permasalahan tersebut diringkas dalam satu tabel akan tampak sebagai
berikut:
Tabel 3.3: Informasi Permasalahan Krisna Furniture
Jumlah kerja
untuk membuat 1 unit produksi
|
Total waktu
tersedia perminggu
|
||
meja
|
kursi
|
||
Pembuatan
|
4
|
2
|
240
|
Pengecekan
|
2
|
1
|
100
|
Profit per unit
|
7
|
5
|
Mengingat produk yang akan dihasilkan adalah meja dan kursi, maka
dalam rangka memaksimumkan profit, perusahaan harus memutuskan berapa jumlah
meja dan kursi yang sebaiknya diproduksi. Dengan demikian dalam kasus ini, yang
merupakan variabel keputusan adalah meja (X1) dan kursi (X2).
Setelah kita mendefinisikan variabel keputusan, maka langkah
selanjutnya adalah menuliskan secara matematis fungsi tujuan dan fungsi
kendala.
1) Fungsi Tujuan
Tujuan perusahaan adalah maksimisasi
keuntungan, sehingga kita dapat
menuliskan fungsi tujuan sebagai
berikut :
P = $7
x jumlah meja yang diproduksi + $5 x jumlah kursi yang diproduksi
. Atau secara
matematis dapat dituliskan :
Maksimisasi Z = $7X1 + $5X2
2) Fungsi kendala
Berkaitan dengan sumber daya yang digunakan,
perusahaan tidak bisa memperkirakan secara tepat kebutuhan sumber daya yang
digunakan untuk mencapai keuntungan tertentu.
Biasanya perusahaan menyediakan sumber daya tertentu yang merupakan
kebutuhan minimum atau maksimum. Kondisi seperti ini secara matematis
diungkapkan dengan pertidaksamaan.
Kendala yang pertama adalah waktu yang tersedia
di departemen pembuatan. Total waktu yang diperlukan untuk pembuatan X1 (meja)
dimana untuk membuat satu unit meja diperlukan waktu 4 jam kerja dan untuk
pembuatan X2 (kursi) dimana untuk
membuat satu unit kursi diperlukan waktu 3 jam kerja adalah 240
jam. Kalimat ini bisa dirumuskan dalam pertidaksamaan matematis menjadi
:
4X1 +
3X2 240
Seperti halnya
pada kendala yang pertama, maka pada kendala kedua dapat diketahui bahwa total
waktu yang diperlukan untuk pengecatan
X1 (meja) dimana untuk mengecat satu unit meja diperlukan waktu 2 jam
kerja dan untuk pembuatan X2 (kursi) dimana untuk mengecat satu unit kursi dibutuhkan
waktu 1 jam kerja adalah 100 jam. Kalimat ini bisa dirumuskan dalam pertidaksamaan
matematis menjadi:
2X1 + 1X2 100
Salah
satu syarat yang harus dipenuhi dalam Linear Programming adalah asumsi nilai X1
dan X2 tidak negatif. Artinya bahwa,
X1 ≥ 0 (jumlah meja yang diproduksi adalah lebih besar atau
sama dengan nol),
X2 ≥ 0 (jumlah kursi yang diproduksi adalah lebih besar
atau sama dengan nol)
Dari uraian di atas dapat dirumuskan formulasi
permasalahan secara lengkap sebagai berikut:
Fungsi tujuan :
Maksimisasi Z = $7X1 + $5X2.
Fungsi kendala :
4 X1 + 3 X2 ≤ 240
(kendala departemen pembuatan)
2X1 + 1 X2
≤ 100 (kendala departemen pengecatan)
X1 ≥ 0 (kendala non negatif pertama)
X2 ≥ 0 (kendala non negatif kedua)
Kasus Krisna Furniture tersebut akan kita
selesaikan dengan metode grafik. Keterbatasan metode grafik adalah bahwa hanya
tersedia dua sumbu ordinat, sehingga tidak bisa digunakan untuk menyelesaikan
kasus yang lebih dari dua variabel keputusan.
Langkah pertama dalam penyelesaian dengan
metode grafik adalah menggambarkan fungsi kendalanya. Untuk menggambarkan
kendala pertama secara grafik, kita harus merubah tanda pertidaksamaan menjadi
tanda persamaan seperti berikut.
4 X1 + 3 X2 = 240
Kendala ini akan memotong salah satu atau kedua sumbu.
Sebagaimana halnya yang sudah kita pelajari
dalam aljabar, bahwa untuk menggambarkan fungsi linear yang tidak lain
merupakan garis lurus, maka kita akan mencari titik potong garis tersebut
dengan kedua sumbu. Suatu garis akan memotong salah satu sumbu apabila nilai
variabel yang lain sama dengan nol. Dengan demikian kendala pertama akan
memotong X1, pada saat X2 = 0, demikian juga kendala ini akan memotong X2, pada
saat X1 = 0.
Kendala
I: 4 X1 + 3 X2 = 240
memotong
sumbu X1 pada saat X2 = 0
4 X1
+ 0 = 240
X1 =
240/4
X1 =
60.
memotong
sumbu X2 pada saat X1 = 0
0 +
3 X2 = 240
X2 =
240/3
X2 =
80
Kendala
I memotong sumbu X1 pada titik (60, 0) dan memotong sumbu X2 pada titik (0,
80).
Kendala
II: 2 X1 + 1 X2 = 100
memotong
sumbu X1 pada saat X2 = 0
2 X1
+ 0 = 100
X1 =
100/2
X1 =
50
memotong sumbu X2
pada saat X1 =0
0 +
X2 = 100
X2 =
100
Kendala I memotong sumbu X1 pada titik (50, 0) dan memotong sumbu
X2 pada titik (0, 100).
P = ($7 x jumlah meja yang diproduksi) + ($5 x
jumlah kursi yang diproduksi)
2X1 + 1 X2 ≤ 100
4 X1 + 3 X2 ≤ 240
Grafik 3.1. Grafik
Area Layak
Titik
potong kedua kendala bisa dicari dengan
cara substitusi atau eliminasi
2 X1
+ 1 X2 = 100
X2 = 100 - 2 X1
4 X1
+ 3 X2 = 240
4 X1
+ 3 (100 - 2 X1) = 240
4 X1
+ 300 - 6 X1 = 240
- 2
X1 = 240 - 300
- 2 X1 = - 60
X1 =
-60/-2 = 30.
X2 =
100 - 2 X1
X2 =
100 - 2 * 30
X2 =
100 - 60
X2 =
40
Sehingga kedua kendala akan saling berpotongan pada titik (30,
40).
Tanda ≤ pada kedua kendala ditunjukkan pada area
sebelah kiri dari garis kendala. Sebagaimana nampak pada Peraga 1. 1, feasible
region (area layak) meliputi daerah sebelah kiri dari titik A (0; 80), B
(30; 40), dan C (60; 0).
Untuk menentukan solusi yang optimal, ada dua cara yang bisa
digunakan yaitu
1. dengan menggunakan garis profit
(iso profit line)
2. dengan titik sudut
(corner point)
Penyelesaian dengan menggunakan garis profit adalah penyelesaian
dengan menggambarkan fungsi tujuan. Kemudian fungsi tujuan tersebut digeser ke
kanan sampai menyinggung titik terjauh dari dari titik nol, tetapi masih berada
pada area layak (feasible region). Untuk
menggambarkan garis profit, kita mengganti nilai Z dengan sembarang nilai yang
mudah dibagi oleh koefisien pada fungsi profit. Pada kasus ini angka yang mudah
dibagi angka 7 (koefisien X1) dan 5 (koefisien X2) adalah 35. Sehingga fungsi tujuan menjadi 35 = 7 X1 + 5
X2. Garis ini akan memotong sumbu X1 pada titik (5, 0) dan memotong sumbu X2
pada titik (0, 7).
Dari Peraga 1. 2 dapat dilihat bahwa iso profit line menyinggung
titik B yang merupakan titik terjauh dari titik nol. Titik B ini merupakan
titik optimal. Untuk mengetahui berapa nilai
X1 dan X2, serta nilai Z pada titik B tersebut, kita mencari titik
potong antara kendala I dan kendala II (karena titik B merupakan perpotongan
antara kendala I dan kendala II). Dengan menggunakan eliminiasi atau
subustitusi diperoleh nilai X1 = 30, X2
= 40. dan Z = 410. Dari hasil perhitungan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
keputusan perusahaan yang akan memberikan profit maksimal adalah memproduksi X1
sebanyak 30 unit, X2 sebanyak 40 unit dan perusahaan akan memperoleh profit
sebesar 410.
Grafik 3.2: Iso Profit Line
Penyelesaian dengan
menggunakan titik sudut (corner point) artinya kita harus mencari nilai
tertinggi dari titik-titik yang berada pada area layak (feasible region). Dari
peraga 1, dapat dilihat bahwa ada 4 titik yang membatasi area layak, yaitu
titik 0 (0, 0), A (0, 80), B (30, 40), dan C (50, 0).
Keuntungan
pada titik O (0, 0) adalah (7 x 0) + (5 x 0) = 0.
Keuntungan
pada titik A (0; 80) adalah (7 x 0) + (5
x 80) = 400.
Keuntungan
pada titik B (30; 40) adalah (7 x 30) + (5 x 40) = 410.
Keuntungan
pada titik C (50; 0) adalah (7 x 50) + (5 x 0) = 350.
Karena keuntungan tertinggi
jatuh pada titik B, maka sebaiknya perusahaan memproduksi meja sebanyak 30 unit
dan kursi sebanyak 40 unit, dan
perusahaan memperoleh keuntungan optimal sebesar 410.
2.
Langkah-langkah analisis
dengan simplex
Metode grafik tidak dapat
menyelesaikan persoalan program linear yang memilki variabel keputusan yang
cukup besar atau lebih dari dua, maka untuk menyelesaikannya digunakan Metode
Simplex. Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan, antara lain:
1. Nilai kanan (NK/RHS) fungsi tujuan harus nol (0).
2. Nilaikanan (RHS) fungsi kendala harus positif. Apabila
negatif, nilai tersebut harus dikalikan –1.
3. Fungsi kendala dengan tanda “≤” harus diubah kebentuk
“=” dengan menambahkan variabel slack/surplus. Variabel slack/surplus disebut juga variabel dasar.
4. Fungsi kendala dengan tanda “≥” diubah kebentuk “≤”
dengan cara mengalikan dengan-1, lalu diubah kebentuk persamaan dengan
ditambahkan variabel slack. Kemudian karena RHSnya negatif, dikalikan
lagi dengan –1 dan ditambah artificial variabel (M).
5. Fungsi kendala dengan tanda “=” harus ditambah artificial
variabel (M).
Pembuatan
Tabel Simplex
Contoh soal: Z
= 3X1 + 5X2
Kendala: 1) 2X1
≤ 8
2) 3X2 ≤
15
3) 6X1 +
5X2 ≤ 30
Langkah - langkah:
1. Mengubah fungsi tujuan dan fungsi
kendala (lihatbeberapaketentuanyangharusdiperhatikandiatas!)
Fungsi tujuan Z = 3X1+ 5X2 => Z - 3X1 + 5X2 = 0
Fungsi
kendala 1) 2X1 ≤8 => 2X1 +
X3 = 8
2)
3X2 ≤ 15 => 3X2 + X4 = 15
3) 6X1 + 5X2 ≤30 => 6X1 + 5X2 +
X5 = 30
(X3, X4 dan X5 adalah variabel slack)
2. Menyusun persamaan- persamaan ke dalam tabel
3. Memilih kolom kunci. Kolom kunci adalah kolom yang mempunyai
nilai pada baris Z yang bernilai negatif dengan angka terbesar.
4. Memilih baris kunci Nilai kanan (NK)
Var.Dsr
|
Z
|
X1
|
X2
|
X3
|
X4
|
X5
|
NK
|
index
|
Z
|
1
|
-3
|
-5
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
X3
|
0
|
2
|
0
|
1
|
0
|
0
|
8
|
|
X4
|
0
|
0
|
3
|
0
|
1
|
0
|
1/5
|
|
X5
|
0
|
6
|
5
|
0
|
0
|
1
|
30
|
Var.Dsr
|
Z
|
X1
|
X2
|
X3
|
X4
|
X5
|
NK
|
index
|
Z
|
1
|
-3
|
-5
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
X3
|
0
|
2
|
0
|
1
|
0
|
0
|
8
|
|
X4
|
0
|
0
|
3
|
0
|
1
|
0
|
15
|
|
X5
|
0
|
6
|
5
|
0
|
0
|
1
|
30
|
Baris
kunci adalah baris yang mempunyai index terkecil
Var.Dsr
|
Z
|
X1
|
X2
|
X3
|
X4
|
X5
|
NK
|
index
|
Z
|
1
|
-3
|
-5
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
X3
|
0
|
2
|
0
|
1
|
0
|
0
|
8
|
~
|
X4
|
0
|
0
|
3
|
0
|
1
|
0
|
15
|
5
|
X5
|
0
|
6
|
5
|
0
|
0
|
1
|
30
|
6
|
Angka kunci koefesien angka kolom kunci
5.
Mengubah nilai-nilai
baris kunci
=> dengan cara
membaginya dengan angka kunci
Baris baru kunci
= baris kunci: angka kunci
sehingga tabel menjadi seperti berikut:
Var.Dsr
|
Z
|
X1
|
X2
|
X3
|
X4
|
X5
|
NK
|
index
|
Z
|
1
|
3
|
5
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
X3
|
0
|
2
|
0
|
1
|
0
|
0
|
8
|
~
|
X2
|
0
|
0
|
1
|
0
|
1/3
|
0
|
5
|
5
|
X5
|
0
|
6
|
5
|
0
|
0
|
1
|
6
|
6
|
6.
Mengubah nilai-nilai selain baris kunci sehingga nilainilai
kolom kunci (selain baris kunci) = 0
Baris
baru = baris lama – (koefisien angka kolom kunci x nilai baris baru kunci)
Baris
Z
Baris lama [
-3 -5 0 0 0 0]
NBBK 5 [0 1 0 1/3 0 5]
Barisbaru
|
3
|
0
|
0
|
5/3
|
0
|
25
|
|
Baris X3
|
|||||||
Barislama
|
[ 2
|
0
|
1
|
0
|
0
|
8 ]
|
|
NBBK
|
0
|
[ 0
|
1
|
0
|
1/3
|
0
|
5 ]
|
Barisbaru
|
2
|
0
|
1
|
0
|
0
|
8
|
|
Baris X5
|
|||||||
Barislama
|
[ 6
|
5
|
0
|
0
|
1
|
30 ]
|
|
NBBK
|
5 [ 0
|
1
|
0
|
1/3
|
0
|
5 ]
|
|
Barisbaru
|
6
|
0
|
0
|
-5/3
|
1
|
5
|
Masukkan nilai
diatas ke dalam tabel, sehingga tabel menjadi seperti berikut:
Var.Dsr
|
Z
|
X1
|
X2
|
X3
|
X4
|
X5
|
NK
|
index
|
Z
|
1
|
-3
|
0
|
0
|
5/3
|
0
|
25
|
|
X3
|
0
|
2
|
0
|
1
|
0
|
0
|
8
|
|
X2
|
0
|
0
|
1
|
0
|
1/3
|
0
|
5
|
|
X5
|
0
|
6
|
0
|
0
|
-5/3
|
1
|
5
|
7.
Melanjutkan perbaikan-perbaikan (langkah3 - 6) sampai baris Z tidak ada nilai negatif
Var.Dsr
|
Z
|
X1
|
X2
|
X3
|
X4
|
X5
|
NK
|
index
|
Z
|
1
|
3
|
0
|
0
|
5/3
|
0
|
25
|
|
X3
|
0
|
2
|
0
|
1
|
0
|
0
|
8
|
4
|
X2
|
0
|
0
|
1
|
0
|
1/3
|
0
|
5
|
~
|
X5
|
0
|
6
|
0
|
0
|
5/3
|
1
|
5
|
5/6
|
Z
|
1
|
0
|
0
|
0
|
5/6
|
1/2
|
27½
|
Zmax
|
X3
|
0
|
0
|
0
|
1
|
5/9
|
-1/3
|
6 1/3
|
|
X2
|
0
|
0
|
1
|
0
|
1/3
|
0
|
5
|
|
X1
|
0
|
1
|
0
|
0
|
- 5/18
|
1/6
|
5/6
|
Diperoleh hasil:
X1 = 5/6, X2 = 5, Zmax = 27½
IV. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan
kualitatif karena peneliti ingin mendeskripsikan penerapan pembelajaran program
linear berbasis ekonomi melalui pendekatan Realistic Mathematics Education
sebagai upaya membangun karakter bangsa. Menurut Moleong (2005: 6) penelitian
kualitatif adalah penelititian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang
apa yang dialami subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Pendekatan
ini berusaha mengungkapkan gejala yang timbul dan sesuai dengan konteks melalui
pengumpulan data secara alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai
instrumen kunci. Peneliti sebagai instrumen kunci artinya peneliti bertindak
sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, analisis, penafsir data, dan pada
akhirnya peneliti akan menjadi pelapor hasil penelitian. Penelitian ini
menghasilkan data kualitatif dan data kuantitatif sebagai data pendukung.
Jenis
penelitian ini adalah penelitian deskriptif karena penelitian ini dilakukan
dengan tujuan untuk membuat gambaran tentang penerapan pembelajaran matematika
dengan pendekatan open-ended pada pokok bahasan persamaan garis lurus.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk membuat deskripsi
mengenai situasi atau kejadian, Susanti (2006: 29)
B.
Kehadiran Peneliti
Penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif, oleh karena itu kehadiran peneliti di
lapangan mutlak diperlukan. Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai
perancang dan pelaksana proses pembelajaran. Kegiatan peneliti sebagai
perancang pembelajaran yaitu peneliti membuat rancangan pembelajaran sekaligus
pengajar. Peneliti juga bertindak sebagai penganalisis data dan pembuat laporan
hasil penelitian. Pengamat dalam penelitian ini adalah dua orang Dosen program
studi Pendidikan Matematika Universitas Wisnuwardhana Malang .
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di proram studi Pendidikan
Matematika Universitas Wisnuwardhana Malang. Program studi ini dipilih sebagai tempat penelitian dengan
beberapa pertimbangan, 1) peneliti sebagai tenaga pengajar mata kuliah program
linear pada program studi Pendidikan Matematika Universitas Wisnuwardhana
Malang, 2) secara georafis Universitas Wisnuwardhana Malang dekat dengan pusat
perbelajaan, pasar trasisional, dan perusahaan sehingga mempercepat pelaksanaan
penelitian.
D. Data dan Sumber Data
1. Data
Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Hasil pengamatan yang memuat catatan
mengenai kegiatan pembelajaran, baik yang berkenaan dengan peneliti maupun
subjek penelitian sesuai dengan observasi yang dilakukan selama kegiatan
pembelajaran.
b. Catatan lapangan pada saat kegiatan
pembelajaran berlangsung yang disajikan dalam bentuk jurnal. Jurnal berisi
kegitan yang dilakukan dosen dan respon mahasiswa selama kegiatan pembelajaran.
c. Wawancara yang dilakukan oleh
peneliti dengan mahasiswa. Wawancara dengan mahasiswa dilakukan secara
berkelompok.
d. Foto kegiatan pembelajaran.
Foto menghasilkan data deskriptif yang cukup berharga dan sering
digunakan untuk menelaah segi-segi subjektif dan hasilnya sering dianalisis
secara induktif (Moleong, 2004: 160)
e. Skor yang diperoleh mahasiswa dalam
mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh peneliti pada mata kuliah program
linear.
2. Sumber
Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah mahasiswa
semester VII program studi Pendidikan Matematika Universitas Wisnuwardhana
Malang. Jumlah mahasiswa yang menjadi subjek penelitian adalah 19 mahasiswa yang terdiri dari 5 mahasiswa
laki-laki dan 14 mahasiswa perempuan.
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam
mengumpulkan data, peneliti menggunakan teknik sebagai berikut.
1.
Observasi
(Pengamatan)
Menurut Suharsimi Arikunto (2002:197) metode
observasi adalah suatu usaha sadar untuk mengumpulkan data yang dilakukan
secara sistematis yang dilakukan dengan prosedur terstandar. Menurut Guba &
Lincoln (dalam Moleong, 2004:174) alasan penggunaan pengamatan dalam penelitian
adalah sebagai berikut.
a. Teknik pengamatan ini didasarkan
atas pengalaman secara langsung.
b. Teknik pengamatan memungkinkan
peneliti mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan
sebenarnya.
c. Pengamatan memungkinkan peneliti
mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proposisional
maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data.
d. Mengecek keabsahan data peneliti
jika terjadi keraguan pada peneliti.
e. Teknik pengamatan memungkinkan
peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit.
f.
Pengamatan
sebagai alat yang bermanfaat untuk berkomunikasi.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa pengamatan adalah suatu teknik atau cara pengumpulan data dengan cara
pengamatan dan pencatatan secara langsung terhadap objek yang diselidiki.
Pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pengamatan aktivitas tenaga
pendidikadan aktivitas mahasiswa selama kegiatan pembelajaran yang berpedoman
pada format yang disusun.
2.
Catatan
lapangan
Catatan lapangan dilakukan untuk melengkapi data yang
tidak direkam pada lembar pengamatan. Catatan lapangan dilakukan pada saat
kegiatan pembelajaran berlangsung dan setelah kegiatan pembelajaran.
3.
Wawancara
Wawancara dilakukan untuk mengetahui pemahaman mahasiswa tentang materi serta untuk mengetahui respon mahasiswa
terhadap pembelajaran. Wawancara dilakukan pada setiap akhir pembelajaran
dengan menggunakan pedoman wawancara.
4.
Foto
kegiatan pembelajaran
Pengambilan gambar dilakukan pada saat kegiatan
pembelajaran berlangsung, yaitu pada saat pelaksanaan diskusi kelas.
5.
Tes.
Tes adalah alat pengukur yang berharga bagi penelitian
pendidikan. Tes adalah seperangkat rangsang (stimuli) yang diberikan kepada
seseorang dengan maksud untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang dapat dijadikan
dasar bagi penetapan skor angka Furchan Arief (dalam Susanti, 2006: 33). Dalam
penelitian ini, tes diberikan pada pertemuan terakhir dan digunakan untuk
mengetahui sejauh mana mahasiswa memahami materi yang disampaikan.
F. Pengecekan Keabsahan Temuan
Pengecekan
keabsahan dalam penelitian ini menggunakan ketekunan pengamat dan teknik
triangulasi. Ketekunan pengamat bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur
dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari
dan kemudian memanfaatkan hal-hal tersebut secara rinci (Moleong, 2004:329).
Oleh karena itu ketekunan pengamat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
usaha pengamat menemukan ciri-ciri dan unsur dalam kegiatan pembelajaran yaitu
dengan mencatat tingkah laku mahasiswa selama pembelajaran berlangsung.
Peneliti hendaknya mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci secara
berkesinambungan terhadap tingkah laku dan respon mahasiswa selama kegiatan
pembelajaran, sehingga peneliti mampu menguraikan secara rinci bagaimana proses
pembelajaran matematika program linear berbasis ekonomi melalui pendekatan Realistic Mathematics Education.
Teknik triangulasi merupakan teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang ada (Moleong
2004:330). Denzin (dalam Moleong, 2004:330) membedakan empat macam triangulasi
sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode,
penyidik dan teori.
Triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek
balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat
yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton dalam Moleong, 2004: 330).
Menurut Moleong (2004:330), triangulasi dengan penyidik adalah dengan jalan
memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk mengecek kembali kepercayaan
data. Menurut Lincoln dan Guba (dalam Moleong, 2004:331) triangulasi teori
adalah cek pemeriksaan keabsahan data dengan menganggap bahwa fakta tidak dapat
diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori. Triangulasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi penyidik dan triangulasi
sumber.
G. Tahap-tahap Penelitian
Tahap-tahap yang dilakspeserta didikan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1.
Tahap
pra lapangan
Kegiatan yang dilakukan
peneliti dalam tahap pra lapangan adalah sebagai berikut.
a.
Menyusun
rancangan pembelajaran
Peneliti menyusun rencana
pembelajaran pada pokok bahasan program linear dengan menggunakan analisis
grafis, dan analisis simplex. Komponen rencana pembelajaran yang disusun meliputi
kompetensi dasar, indikator keberhasilan, materi, metode, masalah, konteks
pedagogis, respon yang diharapkan, sumber dan skenario pembelajaran.
b.
Menyiapkan
perlengkapan penelitian
Perlengkapan yang perlu
disiapkan sebelum penelitian adalah kamera yang digunakan untuk mengambil
gambar pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung serta buku materi, format
pengamatan baik format pengamatan aktivitas yang dilakukan peneliti selama
kegiatan pembelajaran maupun format pengamatan aktivitas yang dilakukan mahasiswa
selama kegiatan pembelajaran, lembar kegiatan mahasiswa, soal kuis yang
diberikan pada akhir pertemuan, dan lembar jawaban.
2.
Tahap
pekerjaan lapangan
Kegiatan pekerjaan lapangan
dimulai dengan memberikan pengantar dan materi prasyarat program linear,
kemudian mahasiswa diminta mencari permasalahan dalam bidang ekonomi disekitar
mahasiswa dengan petunjuk kegiatan pencarian masalah, mahasiswa diminta
memodelkan masalah ekonomi yang ditemukan pada bentuk pemodelan program linear,
dan menyelesaikan permasalahan yang ditemukan dengan analisis grafis dan
simplex.
3.
Tahap
pekerjaan pasca lapangan
Penliti
mengumpulkan data yang diperoleh selam penelitian dan menganalisis kemudian
menyusun laporan hasil penelitian
H. Teknik Analisis Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini ada 2 (dua)
yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif berupa hasil
pengamatan aktivitas peneliti dan mahasiswa selama kegiatan pembelajaran
berlangsung. Data kualitatif berupa catatan lapangan, wawancara, dan foto
selama kegiatan pembelajaran. Dalam penelitian ini, analisa data dilakukan
selama dan setelah pengumpulan data.
1.
Penghitungan
data hasil pengamatan terhadap aktivitas yang memenuhi indikator pendidikan
karakter bangsa
Cara menghitung data hasil pengamatan aktivitas mahasiswa
yang membangun nilai pendidikan karakter bangsa selama kegiatan pembelajaran
adalah dengan membagi skor yang diperoleh mahasiswa dengan skor maksimal, yang
dirumuskan sebagai berikut.
100 %
Adapun kriteria yang digunakan untuk indikator penilaian pendidikan
karakter bangsa selama kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.
81 x 100 sangat membangun karakter bangsa
62 x 81 membangun karakter bangsa
43 x 62 kurang membangun karakter bangsa
25 x 43 tidak membangun karakter bangsa
Keterangan: x = skor aktivitas yang membangun karakter bangsa
2.
Penghitungan
data hasil belajar mahasiswa
Cara
menghitung data nilai yang diperoleh mahasiswa dalam mengerjakan soal-soal yang
diberikan oleh peneliti selama kegiatan pembelajaran adalah dengan skor yang
diperoleh mahasiswa dengan skor maksimal, yang dirumuskan sebagai berikut.
Adapun kriteria yang digunakan untuk menilai hasil belajar mahasiswa
selama kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.
84 y 100 sangat baik
69 y 84 baik
54 y 69 cukup
49 y 54 kurang
0 y 49 sangat kurang
Keterangan: y = skor hasil belajar mahasiswa
Prosedur yang ditempuh dalam analisis data yaitu (a)
reduksi data, (b) paparan data, dan (c) penarikan kesimpulan. Masing-masing prosedur
diuraikan sebagai berikut:
a.
Reduksi
data
Reduksi data dapat diartikan
sebagai proses pemilihan data yang relevan, penting, dan bermakna untuk
menjelaskan apa yang menjadi sasaran analisis. Reduksi data digunakan untuk
menyederhpeserta didikan data yang terkumpul selama penelitian, khususnya data
yang terkumpul selama pembelajaran materi 1 dan materi 2. Dari hasil pengamatan
aktivitas mahasiswa selama proses pembelajaran, hasil wawancara, dan data nilai
mahasiswa akan dipilih yang sesuai untuk dijadikan sumber data untuk menjawab
permasalahan yang menjadi fokus penelitian.
b.
Paparan
data
Paparan data
adalah kegiatan menyajikan data secara deskriptif tentang hasil temuan dari
reduksi data sehingga memungkinkan penarikan kesimpulan. Paparan data yang disajikan dalam penelitian ini
meliputi paparan data sebelum pelaksanaan pembelajaran dan paparan data selama
kegiatan pembelajaran.
c.
Penarikan
kesimpulan
Penarikan
kesimpulan adalah proses pengambilan intisari dari paparan data yang telah
diperoleh. Kesimpulan yang akan diberikan tentang seberapa jauh keberhasilan
skenario pembelajaran yang telah direncpeserta didikan dan apakah sesuai dengan
tujuan penelitian yang telah dipilih.
V. DAFTAR PUSTAKA
—————-.1991. Revisiting
Mathematics Educational. Dordrecht:
Reidel Publising.
————–.1998. Pembelajaran
Matematika Menurut Pandangan Konstrukstivis. Malang: PPs. IKIP Malang.
————–.2010. Bahan Pelatihan Metodologi Pengembangan
Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa.
Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kementrian
pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum.
Asikin, M. 2001. “Realistic
Mathematics Education (RME): Prospek dan Alternatif Pembelajarannya”.
Makalah disajikan pada Seminar Nasional Matematika di UNNES Semarang. Tanggal:
27 Agustus 2001.
Fauzan, A. 2001. “Pengembangan
dan Implementasi Prototipe I & II Perangkat Pembelajaran
Geometri untuk Siswa Kelas IV
SD Menggunakan Pendekatan
RME”. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Realistics Mathematic Education (RME) di UNESA
Surabaya, 24 Pebruari 2001.
Freudental, H.
1973. Mathematics as an Educational Task. Dordrecht: Reidel Publising.
Gravemeijer, K.
1994. Developing Realistic Mathematics Education. Utrecht: Freudental Institute.
http://kiayati.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/9681/PROGRAM+LINIER.doc. Diakses pada
tanggal 2 September 2011.
http://www.antaranews.com/berita/274943/ary-ginanjar-pendidikan-karakter-dan-moral-bangsa-bisa-lenyap. Diakses pada
tanggal 2 September 2011
Hudoyo, H. 1988. Mengajar
Belajar Matematika. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud.
Kemp, J.E. 1994. Proses
Perancangan Pengajaran. Terjemahan oleh:
Asril Marjohan. Bandung: ITB.
Moleong, L. J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nasendi, B. D. dan
Anwar A. 1984. Program linear dan
Variasinya. Jakarta: Gramedia
Nur, M dan Wikandari,
P.R. 2000. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan Pendekatan
Konstrukstivis dalam Pengajaran. Edisi
ke-3. Surabaya: Pusat Studi Matematika dan IPA Sekolah. UNESA Surabaya.
Nur, M.,
Wikandari, P. dan Sugiarto, B. 1998. Teori Pembelajaran Kognitif. Surabaya:
PPS. IKIP Surabaya.
Susanti. 2006. Penerapan Pembelajaran Matematika dengan
Pendekatan Open-ended Topik Aritmetika Sosial Bagi Siswa Kelas VII SMP.
Skripsi Tidak diterbitkan. Malang: FMIPA UM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar